Forum Kebersamaan Image MDC Bintaro

Monday, September 04, 2006

Teman adalah Hadiah

Teman adalah hadiah dari yang di atas buat kita.

Seperti hadiah, ada yang bungkusnya bagus dan ada yang bungkusnya
jelek. Yang bungkusnya bagus punya wajah rupawan, atau kepribadian yang
menarik. Yang bungkusnya jelek punya wajah biasa saja, atau kepribadian yang
biasa saja, atau malah menjengkelkan.

Seperti hadiah, ada yang isinya bagus dan ada yang isinya jelek.
Yang isinya bagus punya jiwa yang begitu indah sehingga kita terpukau ketika
berbagi rasa dengannya, ketika kita tahan menghabiskan waktu berjam-jam,
saling bercerita dan menghibur, menangis bersama, dan tertawa bersama.
Kita mencintai dia dan dia mencintai kita.

Yang isinya buruk punya jiwa yang terluka. Begitu dalam luka-lukanya
sehingga jiwanya tidak mampu lagi mencintai, justru karena ia tidak
merasakan cinta dalam hidupnya. Sayangnya yang kita tangkap darinya
seringkali justru sikap penolakan, dendam, kebencian, iri hati,
kesombongan,
amarah, dll.

Kita tidak suka dengan jiwa-jiwa semacam ini dan mencoba menghindar
dari mereka. Kita tidak tahu bahwa itu semua BUKAN-lah karena mereka pada
dasarnya buruk, tetapi ketidakmampuan jiwanya memberikan cinta karena
justru ia membutuhkan cinta kita, membutuhkan empati kita, kesabaran dan
keberanian kita untuk mendengarkan luka-luka terdalam yang memasung jiwanya.

Bagaimana bisa kita mengharapkan seseorang yang terluka lututnya
berlari bersama kita? Bagaimana bisa kita mengajak seseorang yang takut air
berenang bersama? Luka di lututnya dan ketakutan terhadap airlah yang mesti
disembuhkan, bukan mencaci mereka karena mereka tidak mau berlari atau
berenang bersama kita. Mereka tidak akan bilang bahwa "lutut" mereka
luka atau mereka "takut air", mereka akan bilang bahwa mereka tidak suka
berlari atau mereka akan bilang berenang itu membosankan dll. Itulah cara mereka
mempertahankan diri.

Mereka akan bilang:
"Menari itu tidak menarik"
"Tidak ada yang cocok denganku"
"Teman-temanku sudah lulus semua"
"Aku ini buruk siapa yang bakal tahan denganku"
"Kisah hidupku membosankan"

Mereka tidak akan bilang:
"Aku tidak bisa menari"
"Aku membutuhkan kamu denganku"
"Aku kesepian"
"Aku butuh diterima"
"Aku ingin didengarkan"

Mereka semua hadiah buat kita, entah bungkusnya bagus atau jelek,
entah isinya bagus atau jelek. Dan jangan tertipu oleh kemasan. Hanya ketika
kita bertemu jiwa dengan jiwa, kita tahu hadiah sesungguhnya yang sudah
disiapkanNya buat kita.


APA YANG KITA SOMBONGKAN?

Seorang pria yang bertamu ke rumah Sang Guru tertegun keheranan.
Dia melihat Sang Guru sedang sibuk bekerja, ia mengangkuti air dengan
ember dan menyikat lantai rumahnya keras-keras.
Keringatnya bercucuran deras. Menyaksikan keganjilan ini orang itu bertanya,

"Apa yang sedang Anda lakukan?"
Sang Guru menjawab, "Tadi saya kedatangan serombongan tamu yang meminta
nasihat. Saya memberikan banyak nasihat yang bermanfaat bagi mereka.
Mereka pun tampak puas sekali. Namun, setelah mereka pulang tiba-tiba
saya merasa menjadi orang yang hebat. Kesombongan saya mulai bermunculan.

Karena itu, saya melakukan ini untuk membunuh perasaan sombong saya."

Sombong adalah penyakit yang sering menghinggapi kita semua,
yang benih-benihnya terlalu kerap muncul tanpa kita sadari.

Di tingkat terbawah,
sombong disebabkan oleh faktor materi.

Kita merasa lebih kaya, lebih rupawan, dan lebih terhormat daripada orang lain.
Di tingkat kedua,

sombong disebabkan oleh faktor kecerdasan.

Kita merasa lebih pintar, lebih kompeten, dan lebih berwawasan
dibandingkan orang lain.
Di tingkat ketiga ,

sombong disebabkan oleh faktor kebaikan.

Kita sering menganggap diri kita lebih bermoral, lebih pemurah,
dan lebih tulus dibandingkan dengan orang lain.

Yang menarik, semakin tinggi tingkat kesombongan, semakin sulit pula
kita mendeteksinya. Sombong karena materi sangat mudah terlihat, namun

sombong karena pengetahuan, apalagi sombong karena kebaikan, sulit terdeteksi
karena seringkali hanya berbentuk benih-benih halus di dalam batin kita.

Akar dari kesombongan ini adalah ego yang berlebihan.

Pada tataran yang lumrah, ego menampilkan dirinya dalam bentuk
harga diri (self-esteem) dan kepercayaan diri (self-confidence). Akan tetapi,
begitu kedua hal ini berubah menjadi kebanggaan (pride), Anda sudah
berada sangat dekat dengan kesombongan. Batas antara bangga dan sombong
tidaklah terlalu jelas.

Kita sebenarnya terdiri dari dua kutub, yaitu ego di satu kutub dan
kesadaran sejati di lain kutub. Pada saat terlahir ke dunia, kita dalam
keadaan telanjang dan tak punya apa-apa. Akan tetapi, seiring dengan
waktu, kita mulai memupuk berbagai keinginan, lebih dari sekadar yang
kita butuhkan dalam hidup. Keenam indra kita selalu mengatakan bahwa
kita memerlukan lebih banyak lagi.

Perjalanan hidup cenderung menggiring kita menuju kutub ego.

Ilusi ego inilah yang memperkenalkan kita kepada dualisme
ketamakan (ekstrem suka) dan kebencian (ekstrem tidak suka).

Inilah akar dari segala permasalahan.

Perjuangan melawan kesombongan merupakan perjuangan
menuju kesadaran sejati.

Untuk bisa melawan kesombongan dengan segala bentuknya,
ada dua perubahan paradigma yang perlu kita lakukan.

Pertama, kita perlu menyadari bahwa pada hakikatnya kita bukanlah
makhluk fisik, tetapi makhluk spiritual.

Kesejatian kita adalah spiritualitas, sementara tubuh fisik hanyalah sarana

untuk hidup di dunia.Kita lahir dengan tangan kosong,

dan (ingat!) kita pun akan mati dengan tangan kosong.
Pandangan seperti ini akan membuat kita melihat semua makhluk dalam
kesetaraan universal. Kita tidak akan lagi terkelabui oleh penampilan,
label, dan segala "tampak luar" lainnya. Yang kini kita lihat adalah
"tampak dalam". Pandangan seperti ini akan membantu menjauhkan kita dari
berbagai kesombongan atau ilusi ego.
Kedua, kita perlu menyadari bahwa apa pun perbuatan baik yang kita
lakukan, semuanya itu semata-mata adalah juga demi diri kita sendiri.
Kita memberikan sesuatu kepada orang lain adalah juga demi kita sendiri.

Dalam hidup ini berlaku hukum kekekalan energi.
Energi yang kita berikan kepada dunia tak akan pernah musnah.

Energi itu akan kembali kepada kita dalam bentuk yang lain.

Kebaikan yang kita lakukan pasti akan kembali kepada kita dalam
bentuk persahabatan, cinta kasih, makna hidup, maupun
kepuasan batin yang mendalam. Jadi, setiap berbuat baik
kepada pihak lain, kita sebenarnya sedang berbuat baik kepada
diri kita sendiri.

Kalau begitu, apa yang kita sombongkan?

Be happy!

Love & Life (Jodoh dan Kedewasaan Kita)

Jodoh adalah problema serius. Kemana pun mereka melangkah, pertanyaan-pertanyaan "kreatif" tiada henti membayangi. Kapan aku menikah? Aku rindu seorang pendamping, namun siapa? Aku iri melihat wanita muda menggendong bayi, kapan giliranku dipanggil ibu / bapak? Aku jadi ragu, benarkah aku punya jodoh? Atau jangan-jangan Tuhan berlaku tidak adil?

Jodoh serasa ringan diucap, tapi rumit dalam realita. Kebanyakan orang ketika berbicara soal jodoh selalu bertolak dari sebuah gambaran ideal tentang kehidupan rumah tangga. Otomatis dia lalu berpikir serius tentang kriteria calon idaman. Nah, di sinilah segala sedu-sedan pembicaraan soal jodoh itu berawal. Pada mulanya, kriteria calon hanya menjadi 'bagian masalah', namun kemudian justru menjadi inti permasalahan itu sendiri.

Di sini orang berlomba mengajukan "standarnisasi" calon: wajah rupawan, berpendidikan tinggi, wawasan luas, orang tua kaya, profesi mapan, latar belakang keluarga harmonis, dan tentu saja kualitas kesalehan.

Ketika ditanya, haruskah seideal itu? Jawabnya ringan, "Apa salahnya?" Memang, ada juga jawaban lain, "Saya tidak pernah menuntut. Yang penting bagi saya calon yang saleh saja." Sayangnya, jawaban itu diucapkan ketika gurat-gurat keriput mulai menghiasi wajah. Dulu ketika masih fresh, sekadar senyum pun mahal.

Tidak ada satu pun dalih, bahwa peluang jodoh lebih cepat didapatkan oleh mereka yang memiliki sifat superior (serbaunggul). Memperhitungkan kriteria calon memang sesuai, namun kriteria tidak pernah menjadi penentu sulit atau mudahnya orang menikah. Pengalaman riil di lapangan kerap kali menjungkirbalikkan prasangka-prasangka kita selama ini.

Jodoh, jika direnungkan, sebenarnya lebih bergantung pada kedewasaan kita. Banyak orang merintih pilu, menghiba dalam doa, memohon kemurahan Allah, sekaligus menuntut keadilan-Nya. Namun prestasi terbaik mereka hanya sebatas menuntut, tidak tampak bukti kesungguhan untuk menjemput kehidupan rumah tangga.

Mereka bayangkan kehidupan rumah tangga itu indah, bahkan lebih indah dari film-film picisan ala bintang India, Sahrukh Khan. Mereka tidak memandang bahwa kehidupan keluarga adalah arena perjuangan, penuh liku dan ujian, dibutuhkan napas kesabaran panjang, kadang kegetiran mampir susul-menyusul. Mereka hanya siap menjadi raja atau ratu, tidak pernah menyiapkan diri untuk berletih-letih membina keluarga.

Kehidupan keluarga tidak berbeda dengan kehidupan individu, hanya dalam soal ujian dan beban jauh lebih berat. Jika seseorang masih single, lalu dibuai penyakit malas dan manja, kehidupan keluarga macam apa yang dia impikan?

Pendidikan, lingkungan, dan media membesarkan generasi muda kita menjadi manusia-manusia yang rapuh. Mereka sangat pakar dalam memahami sebuah gambar kehidupan yang ideal, namun lemah nyali ketika didesak untuk meraih keidealan itu dengan pengorbanan. Jika harus ideal, mereka menuntut orang lain yang menyediakannya. Adapun mereka cukup ongkang-ongkang kaki. Kesulitan itu pada akhirnya kita ciptakan sendiri, bukan dari siapa pun.

Bagaimana mungkin Allah akan memberi nikmat jodoh, jika kita tidak pernah siap untuk itu? "Tidaklah Allah membebani seseorang sesuai kesanggupannya.". Di balik fenomena "telat nikah" sebenarnya ada bukti-bukti kasih sayang Allah.

Ketika sifat kedewasaan telah menjadi jiwa, jodoh itu akan datang tanpa harus dirintihkan. Kala itu hati seseorang telah bulat utuh, siap menerima realita kehidupan rumah tangga, manis atau getirnya, dengan lapang dada. Jangan pernah lagi bertanya, mana jodohku? Namun bertanyalah, sudah dewasakah aku?



Injil Yudas: Extravaganza Menjelang Paskah

Agaknya para pembenci Kristus tidak pernah
henti-hentinya mencoba menggugat kebenaran Akitab.
Mereka mencoba melakukannya melalui media seperti
buku, jurnal, ataupun film. Dan yang terakhir adalah
buku karangan Dan Brown yang berjudul The Da Vinci
Code. Mereka mencoba menyelewengkan cerita-cerita
Injil yang sebenarnya. Dan kita perlu pahami bahwa
Allah telah turut campur tangan dalam proses
penyusunan Alkitab, baik Perjanjian Lama maupun Baru.
Dan Allah memakai hamba-hamba-Nya dan bapa-bapa gereja
yang telah dipimpin-Nya untuk menentukan manakah
naskah yang benar dan yang tidak.

Saya mendapatkan berita bahwa baru-baru ini bahwa
Maecenas Foundation bekerjasama dengan National
Geographic Society dan Waitt Institute for Historical
Discovery yang berada di California, AS, telah
menerjemahkan sebuah naskah kuno yang disebut Gospel
of Judas. Bahkan mereka melakukan teleconference
dengan detikcom pada tanggal 7 April 2006 yang lalu.

Sebenarnya kalau kita mau belajar sejarah, kita akan
banyak menemukan ada injil-injil lain yang beredar,
seperti injil Barnabas, injil Petrus, injil Thomas,
injil Andreas, injil Yakobus, injil Yudas, dsb. Apakah
Petrus penulis injil Petrus, Thomas penulis injil
Thomas, atau Yudas penulis injil Yudas? Sama sekali
bukan! Injil-injil ini merupakan produk dari sekte
Gnostik, sebuah sekte pada abad mula-mula yang giat
menyebarkan ajarannya yang bertentangan dengan
pengajaran yang murni. Dalam salah satu suratnya,
Paulus menuliskan, "Tetapi aku takut, kalau-kalau
pikiran kamu disesatkan dari kesetiaan kamu yang
sejati kepada Kristus, sama seperti Hawa diperdayakan
oleh ular itu dengan kelicikannya. Sebab kamu sabar
saja, jika ada seorang datang memberitakan Yesus yang
lain dari pada yang telah kami beritakan, atau
memberikan kepada kamu roh yang lain dari pada yang
telah kamu terima atau Injil yang lain dari pada yang
telah kamu terima" (2 Kor. 11:3, 4).

Apakah Injil Yudas?

Berdasarkan penelitian, Gospel of Judas pertama kali
ditemukan di Mesir tahun 1970 silam. Profesor Gregor
Wurst, salah seorang peneliti yang juga menjadi salah
satu editor penerjemahan naskah ini menuturkan, naskah
ini telah berpindah tangan beberapa kali dari beberapa
kolektor hingga akhirnya diakuisisi dan dimulai upaya
penerjemahannya.

Tetapi kita harus tahu juga bahwa naskah ini merupakan
produk dari gnostik, sebab isinya sama sekali berbeda
dengan Injil yang kita kenal di Alkitab. Meskipun
memang naskah ini ditulis pada tahun 180 Setelah
Masehi, namun tidak semua yang kuno berarti benar.
Bahkan salah seorang bapa gereja, St. Irenaeus,
mengatakan bahwa Injil Yudas ini adalah sesat.

National Geographic yang menerjemahkannya injil ini,
bukannya secara kebetulan mencoba meneliti dan
mempublikasikannya, sebab kita tahu bahwa novel fiksi
karangan Dan Brown, The Da Vinci Code, laris manis bak
kacang goreng, dan sebentar lagi versi filmnya akan
beredar. Semuanya ini mempunyai satu tujuan semata:
bisnis! Melalui hal-hal yang kontroversial dan
sensasional mereka mencoba meraih keuntungan
sebesar-besarnya. Dan bukankah dunia ini memang suka
hal-hal yang kontroversial dan sensasional meskipun
mereka tidak peduli apakah itu fakta historis ataukah
sekedar fiksi?

Yang jelas dalam Injil Yudas, figur yang bernama Yudas
Iskariot yang kita kenal sebagai seorang pengkhianat,
karena Matius, Markus, Lukas, maupun Yohanes telah
jelas mencapnya sebagai penjual Kristus, namun anehnya
di Injil Yudas ia adalah figur yang baik dan murid
yang paling dekat dengan Yesus. Karena itulah,
kemudian Yesus memintanya mengorbankan citra dirinya
dan menyuruh Yudas menyerahkan Yesus ke tangan tentara
Romawi. Jadi seolah-olah ini adalah permainan sinetron
antara Yudas dengan Yesus supaya Yesus disalibkan dan
keselamatan tersebut sampai kepada bangsa-bangsa.

Bau Gnostik

Karakter gnostik terlihat jelas sekali di Injil itu.
Misalnya saja dalam percakapan antara Yesus dengan
Yudas dan disebutkan bahwa Yesus menggunakan kata
"aeons" (kurun waktu berabad-abad) dan "eternal realm"
(alam kekal). Di sana juga disebutkan tentang "roh
ketiga belas" dan kata ini digunakan untuk membebaskan
Yesus dan tubuh fisik-Nya supaya Dia dapat masuk ke
dalam dunia roh. Ajaran gnostik memang berpusat pada
pengetahuan yang penuh misteri dan rahasia serta
menekankan pada dualisme antara dunia materi dan roh.

Ajaran gnostik yang kental juga dilihat dalam
pernyataan di mana Yesus menyatakan rahasia
pengetahuan tentang nasib-Nya dan meminta Yudas untuk
menolongnya melepaskan diri dari tubuh fisiknya dan
supaya roh-Nya terlepas.

Ini adalah beberapa contoh bau gnostik yang sangat
menusuk hidung!

Sobat, iman Kristen tidak akan pernah digoncangkan
oleh berbagai upaya-upaya semacam ini, karena kita
tahu bahwa proses penyusunan Alkitab itu melibatkan
Allah sendiri. Dan Tuhan telah menaruh hikmat dan
pengertian kepada para penyusun Alkitab sehingga kita
sekarang ini telah mendapatkan firman Tuhan yang utuh
dan benar. Dan jika masih ada isu-isu naskah kuno yang
ditemukan dan ternyata tidak sama isinya dengan isi
Alkitab kita, maka kita akan berkata, "Orang ngetop
memang banyak gosipnya.. hehehehe!" Imanku takkan
goyah, Brur! Dan kalau toh ada publikasi Injil Yudas
ini anggaplah itu adalah extravaganza menjelang Paskah
yang akan membuat kita tertawa terpingkal-pingkal
..hahahahahahahahahahaha.!

Oleh: Handy Widiyanto

Sumber: http://salib.net

Jangan Tangisi Apa Yang Bukan Milikmu

Dalam perjalanan hidup ini seringkali kita merasa kecewa. Kecewa sekali.
Sesuatu yang luput dari genggaman, keinginan yang tidak tercapai,
kenyataan yang tidak sesuai harapan. Akhirnya angan ini lelah
berandai-andai ria. Pffhh...sungguh semua itu tlah hadirkan nelangsa
yang begitu menggelora dalam jiwa.

Dan sungguh sangat beruntung andai dalam saat-saat terguncangnya jiwa
masih ada setitik cahaya dalam kalbu untuk merenungi kebenaran. Masih
ada kekuatan untuk melangkahkan kaki mencari ilmu, mencari rejeki,
kebahagian yang akan mengantarkan pada ketentraman jiwa.

Hidup ini ibarat belantara.Tempat kita mengejar berbagai keinginan. Dan
memang manusia diciptakan mempunyai kehendak, mempunyai keinginan.
Tetapi tidak setiap yang kita inginkan bisa terbukti, tidak setiap yang
kita mau bisa tercapai.

Dan tidak mudah menyadari bahwa apa yang bukan menjadi hak kita tak
perlu kita tangisi. Banyak orang yang tidak sadar bahwa hidup ini tidak
punya satu hukum: harus sukses, harus bahagia atau harus-harus yang
lain.

Betapa banyak orang yang sukses tetapi lupa bahwa sejatinya itu semua
pemberian Allah hingga membuatnya sombong dan bertindak sewenang-wenang.
Begitu juga kegagalan sering tidak dihadapi dengan benar. Padahal
dimensi dari kegagalan adalah tidak tercapainya apa yang memang bukan
hak kita. Padahal hakekat kegagalan adalah tidak terengkuhnya apa yang
memang bukan hak kita.

Apa yang memang menjadi bagian dari kita di dunia, entah itu Rejeki,
jabatan, kedudukan pasti akan Allah sampaikan.Tetapi apa yang memang
bukan milik kita, ia tidak akan kita bisa miliki, meski ia nyaris
menghampiri kita, meski kita mati-matian mengusahakannya.

Demikian juga bagi yang sedang galau terhadap jodoh. Kadang kita tak
sadar mendikte Allah tentang jodoh kita, bukanya meminta yang terbaik
tetapi benar-benar mendikte Allah: Pokoknya harus dia Ya Allah... harus
dia, karena aku sangat mencintainya. Seakan kita jadi yang menentukan
segalanya, kita meminta dengan paksa. Dan akhirnya kalaupun Allah
memberikanya maka tak selalu itu yang terbaik. Bisa jadi Allah tak
mengulurkanya tidak dengan kelembutan, tapi melemparkanya dengan marah
karena niat kita yang terkotori.

Maka wahai jiwa yang sedang gundah, dengarkan ini dari Allah : Maka
setelah ini wahai jiwa..., jangan kau hanyut dalam nestapa jiwa
berkepanjangan terhadap apa-apa yang luput darimu.

Setelah ini harus benar-benar dipikirkan bahwa apa-apa yang kita rasa
perlu didunia ini harus benar-benar perlu bila ada relevansinya dengan
harapan kita akan bahagia di akhirat. Karena seorang "baik" tidak hidup
untuk dunia tetapi menjadikan dunia untuk mencari hidup yang
sesungguhnya: hidup di akhirat kelak!

Maka sudahlah....., jangan kau tangisi apa yang bukan milikmu!


Sanguinis dan Melankolis: Pasangan yang Bertolak Belakang

Santoso dan Melani sudah berpacaran kurang lebih 1 tahun. Santoso sangat menyukai Melani. Santoso kagum pada Melani krn Melani seorang yg serius, mendalam, terorganisai, punya agenda harian dan skala-skala prioritas dalam kehidupannya. Begitu pula dengan Melani. Melani juga menyukai Santoso. Melani kagum akan kemampuan bicaranya, Santoso yang selalu ceria dan cepat mengambil keputusan. Joke-jokenya Santoso yang menyegarkan.

Beberapa waktu kemudian, yakni 2 tahun setelah menikah, mulai kelihatan keretakan hubungan di antara mereka. Yg awalnya kagum, sekarang Santoso mulai bosan dengan daftar tugas pasangannya, sifat Melani yang suka mengkritik dan yang terlalu analitis. Begitu pula dengan Melani. Yg awalnya suka dengan kecerewetan Santoso, sekarang Melani mulai sebel melihat Santoso suka bicara sama siapa saja, panjang dan lamaaa, dan seringkali membesar-besarkan bahkan seringkali yg dibicarakannya terlalu over (tidak sesuai kenyataan). Joke-joke Santoso yg sering melecehkan Melani dan Santoso menceritakannya ke semua orang dengan enteng dan tertawa.

Apa yg terjadi? Dua pasangan yg pada awalnya sepertinya cocok, saling kagum satu sama lain; mengapa sekarang saling bertolak belakang? Apakah Santoso atau Melani berubah setelah menikah?

Tidak!!

Melani masih tetap seperti dulu, yakni masih suka membuat agenda harian, tabel-tabel, menganalisa hal2 dan membuat planning-planning. Begitu pula dgn Santoso yakni masih suka berbicara sana sini, haha hihi sana sini, ceria senantiasa, di sini senang, di sana senang, dsb..
Jadi boleh dibilang bahwa tidak ada perubahan karakter pada diri Melani & Santoso yang terlalu mencolok baik sebelum maupun sesudah menikah. Tetapi.. justru inilah yang menjadi bumerang. Ketika kedua orang tersebut tidak berusaha saling menyesuaikan, tidak saling menutupi kelemahan-kelemahan pasangannya, tidak adanya saling pengertian, akan menyebabkan retaknya suatu rumah tangga.

Ketika kekuatan menutupi kelemahan pasangan, kombinasinya sangat baik, tapi ketika kekuatan keduanya dibawa dan dipertemukan pada titik yang ekstrim, sering malah menjadi kelemahan.
Kalau pasangan ini tidak siap menghadapi kelemahan-kelemahan ini, pernikahan mereka segera nadanya menjadi sumbang. Hal yg dulu dikagumi, bisa jadi mengesalkan kalau tidak mengerti.

---

Ditinjau dari kepribadian/karakternya, Santoso bisa digolongkan ke dalam karakter SANGUINIS yang pada umumnya mempunyai:
KEKUATAN:
* Suka bicara
* Secara fisik memegang pendengar, emosional dan demonstratif
* Antusias dan ekspresif
* Ceria dan penuh rasa ingin tahu
* Hidup di masa sekarang
* Mudah berubah (banyak kegiatan / keinginan)
* Berhati tulus dan kekanak-kanakan
* Senang kumpul dan berkumpul (untuk bertemu dan bicara)
* Umumnya hebat di permukaan
* Mudah berteman dan menyukai orang lain
* Senang dengan pujian dan ingin menjadi perhatian
* Menyenangkan dan dicemburui orang lain
* Mudah memaafkan (dan tidak menyimpan dendam)
* Mengambil inisiatif/ menghindar dari hal-hal atau keadaan yang membosankan
* Menyukai hal-hal yang spontan

KELEMAHAN:
* Suara dan tertawa yang keras (terlalu keras)
* Membesar-besarkan suatu hal / kejadian
* Susah untuk diam
* Mudah ikut-ikutan atau dikendalikan oleh keadaan atau orang lain (suka nge-Gank)
* Sering minta persetujuan, termasuk hal-hal yang sepele
* RKP! (Rentang Konsentrasi Pendek)
* Dalam bekerja lebih suka bicara dan melupakan kewajiban (awalnya saja antusias)
* Mudah berubah-ubah
* Susah datang tepat waktu jam kantor
* Prioritas kegiatan kacau
* Mendominasi percakapan, suka menyela dan susah mendengarkan dengan tuntas
* Sering mengambil permasalahan orang lain, menjadi seolah-olah masalahnya
* Egoistis
* Sering berdalih dan mengulangi cerita-cerita yg sama
* Konsentrasi ke "How to spend money" daripada "How to earn/save money".


Sedangkan klo Melani bisa digolongkan ke dalam karakter MELANKOLIS yg pada umumnya mempunyai:
KEKUATAN:
* Analitis, mendalam, dan penuh pikiran
* Serius dan bertujuan, serta berorientasi jadwal
* Artistik, musikal dan kreatif (filsafat & puitis)
* Sensitif
* Mau mengorbankan diri dan idealis
* Standar tinggi dan perfeksionis
* Senang perincian/memerinci, tekun, serba tertib dan teratur (rapi)
* Hemat
* Melihat masalah dan mencari solusi pemecahan kreatif (sering terlalu kreatif)
* Kalau sudah mulai, dituntaskan.
* Berteman dengan hati-hati.
* Puas di belakang layar, menghindari perhatian.
* Mau mendengar keluhan, setia dan mengabdi
* Sangat memperhatikan orang lain

KELEMAHAN:
* Cenderung melihat masalah dari sisi negatif (murung dan tertekan)
* Mengingat yang negatif & pendendam
* Mudah merasa bersalah dan memiliki citra diri rendah
* Lebih menekankan pada cara daripada tercapainya tujuan
* Tertekan pada situasi yg tidak sempurna dan berubah-ubah
* Melewatkan banyak waktu untuk menganalisa dan merencanakan (if..if..if..)
* Standar yang terlalu tinggi sehingga sulit disenangkan
* Hidup berdasarkan definisi
* Sulit bersosialisasi
* Tukang kritik, tetapi sensitif terhadap kritik/ yg menentang dirinya
* Sulit mengungkapkan perasaan (cenderung menahan kasih sayang)
* Rasa curiga yg besar (skeptis terhadap pujian)
* Memerlukan persetujuan


Dengan semakin menyadari kekuatan dan kelemahan diri sendiri dan juga kekuatan dan kelemahan pasangan, diharapkan bisa semakin mudah menjalin komunikasi yg lebih baik dan berpengertian. Dan tiap pribadi bisa mengoreksi diri sendiri dan mengembangkan karakter/kepribadian yg lebih baik.

Selamat mencoba dan berusaha! :)
"to know me & love you more"

DUA BABAK PELAJARAN TENTANG UANG

Saat rehat menikmati snack dan teh, lalu merogoh saku celana hendak
mengambil saputangan, baru saya menyadari keganjilan itu. Dompet saya tidak
ada di sana.

Mungkinkah tertinggal di mobil? Saya mengajak teman yang membawa mobil untuk
memeriksa. Sesudah tas digeledah, hasilnya nihil. Di mana ya? Di kamar
penginapan? Bukankah kami sudah mengosongkan kamar, dan mengangkut semua
barang bawaan, karena berencana langsung pulang sesudah makan siang nanti?

Ah ya, baru saya ingat. Semalam menjelang tidur, di luar kebiasaan, dompet
itu saya susupkan ke bawah bantal. Dan paginya bantal itu tak tersentuh saat
kami membereskan kamar.

Kami pun bergegas kembali ke penginapan. Isi dompet itu tak lain adalah uang
saku perjalanan kami mengikuti sidang majelis daerah sinode gereja kami.

Jumlahnya tak sampai sejuta, namun jelas saya akan kelabakan kalau benar
uang itu hilang. Belum lagi SIM dan KTP saya juga tersimpan di situ.

Sepanjang perjalanan, saya menenangkan hati. Sepertinya ada suara yang
berbisik, "Jangan mengandalkan manusia, bersandarlah kepada Tuhan." Saya
tidak tahu apakah pegawai penginapan itu cukup jujur atau culas, namun yang
pasti Tuhan itu baik.

Bagaimanapun, pikiran saya lumayan berkecamuk. Saya berusaha menepiskan
pikiran, "Kenapa aku kejatuhan sial?" Saya mencoba bersikap gagah, "Apa yang
Tuhan mau kupelajari dari peristiwa ini?"

Apakah saya mesti belajar tentang risiko keteledoran? Kok mahal amat?

Lagipula, kalau itu mata pelajarannya, saya rupanya belum lulus-lulus juga.

Banyak keteledoran yang saya lakukan, baik yang tampaknya sepele maupun yang
lumayan gawat seperti ini. Sepertinya ada suara yang menyindir, "Lalu,
seberapa murah kehati-hatian itu?"

Saya pun membayangkan konsekuensi praktis bila dompet itu betul-betul
melayang. Hm, uang sejumlah itu setara dengan honorarium menulis lebih dari
lima puluh naskah renungan harian. Dan itu berarti tertunda lagi keinginan
untuk mulai menabung. Ah, semoga saja....

Sesampai di penginapan, seorang pegawai berseragam hijau tampak sedang
lalu-lalang membereskan kamar-kamar. Begitu turun dari mobil, saya bergegas
menemuinya. "Pak, maaf, saya ketinggalan sesuatu."

Orang itu tersenyum tanggap. "O ya. Tunggu saya panggil teman saya."

Orang itu pergi, lalu tak lama kemudian muncul kembali bersama dengan
seorang rekannya. Mereka mengajak saya ke kamar. Dari rekannya itulah saya
menerima kembali dompet saya. "Tolong dihitung dulu, Pak, isinya," pinta
orang itu.

Melihat kembali dompet itu saja sebenarnya saya sudah senang. Segera saya
buka, saya hitung lembaran lima puluh ribuannya. Pas. Masih lengkap, juga
kartu-kartunya.

"Terima kasih banyak, Pak," kata saya penuh syukur. "Tuhan memberkati."

Saya bersyukur bukan hanya karena dompet itu kembali dalam keadaan utuh.

Saya bersyukur karena dipertemukan dengan orang-orang yang jujur, yang tidak
memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan. Seperti bagi saya, uang sejumlah
itu tentunya lumayan berarti bagi mereka -- terlebih di tengah naiknya harga
berbagai kebutuhan sehari-hari seiring dengan melonjaknya harga BBM.

Ternyata di negeri yang kental dengan KKN ini, masih bisa dijumpai wong
cilik yang tak hendak mematikan hati nuraninya.

Saat meninggalkan Bukit Asri, penginapan kecil di Jl. Setiabudi, Semarang
atas itu, hati saya betul-betul asri.

Namun, rupanya pelajaran tentang uang pagi itu belum rampung. Sesampai di
gereja tempat acara diadakan, sedang berlangsung sidang pleno kedua. Salah
satu agendanya, pembacaan laporan keuangan oleh bendahara.

Bendahara antara lain mengingatkan komitmen dan konsistensi para pejabat
gereja dalam membayar iuran wajib, yang akan menunjang kelancaran
pelaksanaan program bersama. Selama ini pembayaran iuran tersebut bisa
dibilang tersendat. Ia juga menghimbau, pejabat yang mengalami kelimpahan
berkat materi, kiranya secara sukarela menyumbang melampaui jumlah minimal.

Ketika dibuka forum curah pendapat, sebuah masukan membuat saya tercenung.

Seorang pendeta mengutarakan isi hatinya secara blak-blakan. Karena duduk di
balkon, saya tidak dapat melihat sosok bapak ini. Namun, menilik uraiannya,
kemungkinan besar penampilannya amat bersahaja di tengah gedung gereja yang
megah ini.

Saya tidak ingat persis kata-katanya, namun pada pokoknya bapak itu
menyatakan bahwa jumlah minimal iuran yang ditetapkan oleh sidang masih
terasa memberatkan baginya. Ia mengakui, persepuluhan yang terkumpul dari
jemaatnya setiap bulan tidaklah seberapa. Kalau masih harus membayar iuran
wajib itu -- yang sebenarnya hanya senilai tiga potong lumpia -- ia akan
kesulitan membayar tagihan lainnya. Suara bapak itu tidak terdengar memelas.

Suaranya lantang, apa adanya: menandaskan sebuah fakta.

Lalu saya teringat pada kesaksian pendeta yang menyampaikan firman Tuhan
pagi tadi. Pendeta ini berasal dari sebuah pulau terpencil di wilayah timur
Indonesia. Setelah puluhan tahun melayani, ia tergolong hamba Tuhan yang
sukses dan diberkati. Suatu ketika seusai berkhotbah ia ditemui seorang
pengacara kondang. Pengacara yang juga kolektor mobil mewah ini merasa
tertempelak oleh khotbah yang baru saja didengarnya. Singkat cerita, ia
meneken selembar cek sebagai persembahan kasih bagi gereja itu. Nilainya?

Empat M.

Saya menghela napas. Bagaimana menjelaskan kesenjangan yang sedemikian lebar
ini? Kerap saya mendengar kata kunci itu: "iman" -- bahwa kelimpahan materi
berbanding lurus dengan kesalehan dan derajat iman kita. Terus terang saya
agak cemas dengan perhitungan iman secara matematis seperti itu. Patutkah
Pendeta A dinilai sebagai kontet secara rohani, sedangkan Pendeta B seorang
raksasa iman -- semata-mata karena kondisi keuangan mereka? Bagaimana pula
saya mesti menakar kadar keimanan saya sendiri?

Lebih aman rasanya memandang kondisi keuangan kita sebagai sesuatu yang
relatif netral. Entah kelimpahan entah kekurangan, masing-masing mengandung
risiko. Kemiskinan bisa membuat orang menyumpahi Tuhan, kekayaan pun bisa
membuat orang pongah dan berlagak tidak membutuhkan Tuhan. Jadi, sikap kita
terhadapnyalah -- bersyukur atau bersungut-sungut, menggunakannya secara
egois atau mengelolanya secara bertanggung jawab sebagai titipan Tuhan --
yang menentukan apakah uang itu menjadi berkat atau laknat. Bukankah begitu?

Dimuat di Sinar Harapan, Sabtu, 9 April 2005

Mengalah demi Kasih

Pada sebuah jamuan makan malam penggalangan dana untuk sekolah anak-anak cacat, ayah dari salah satu anak yang bersekolah disana menghantarkan satu pidato yang tidak mungkin dilupakan oleh mereka yang menghadiri acara itu. Setelah mengucapkan salam pembukaan, ayah tersebut mengangkat satu topik:

'Ketika tidak mengalami gangguan dari sebab-sebab eksternal, segala
proses yang terjadi dalam alam ini berjalan secara sempurna/ alami.
Namun tidak de mikian halnya dengan anakku, Shay. Dia tidak dapat
mempelajari hal-hal sebagaimana layaknya anak-anak yang lain. Nah,
bagaimanakah proses alami ini berlangsung dalam diri anakku? '

Para peserta terdiam menghadapi pertanyaan itu.

Ayah tersebut melanjutkan: "Saya percaya bahwa, untuk seorang anak
seperti Shay, yang mana dia mengalami gangguan mental dan fisik sedari lahir, satu-satunya
kesempatan untuk dia mengenali alam ini berasal dari bagaimana orang-orang sekitarnya memperlakukan dia"

Kemudian ayah tersebut menceritakan kisah berikut:
Shay dan aku sedang berjalan-jalan di sebuah taman ketika beberapa orang anak sedang bermain baseball. Shay bertanya padaku,"Apakah kau pikir mereka akan membiarkanku ikut bermain?" Aku tahu bahwa kebanyakan anak-anak itu tidak akan membiarkan orang-orang seperti Shay ikut dalam tim mereka, namun aku juga tahu bahwa bila saja Shay mendapat kesempatan untuk bermain dalam tim itu, hal itu akan memberinya semacam perasaan dibutuhkan dan kepercayaan untuk diterima oleh orang-orang lain, diluar kondisi fisiknya yang cacat.

Aku mendekati salah satu anak laki-laki itu dan bertanya apakah Shay dapat ikut dal am tim mereka, dengan tidak berharap banyak. Anak itu melihat sekelilingnya dan berkata, "kami telah kalah 6 putaran dan sekaran sudah babak kedelapan. Aku rasa dia dapat ikut dalam tim kami dan kami akan mencoba untuk memasukkan dia bertanding pada babak kesembilan nanti'

Shay berjuang untuk mendekat ke dalam tim itu dan mengenakan seragam tim dengan senyum lebar, dan aku menahan air mata di mataku dan kehangatan dalam hatiku. Anak-anak tim tersebut melihat kebahagiaan seorang ayah yang gembira karena anaknya diterima bermain dalam satu tim.


Pada akhir putaran kedelapan, tim Shay mencetak beberapa s kor, namun masih ketinggalan angka. Pada putaran kesembilan, Shay mengenakan sarungnya dan bermain di sayap kanan. Walaupun tidak ada bola yang mengarah padanya, dia sangat antusias hanya karena turut serta dalam permainan tersebut dan berada dalam lapangan itu. Seringai lebar terpampang di wajahnya ketika aku melambai padanya dari kerumunan. Pada akhir putaran kesembilan, tim Shay mencetak beberapa skor lagi. Dan dengan dua angka out, kemungkinan untuk mencetak kemenangan ada di depan mata dan Shay yang terjadwal untuk menjadi pemukul berikutnya.

Pada kondisi yg spt ini, apakah mungkin mereka akan mengabaikan
kesempatan untuk menang dengan membiarkan Shay menjadi kunci kemenangan mereka?
Yang mengejutkan adalah mereka memberikan kesempatan itu pada Shay.

Semua yang hadir tahu bahwa satu pukulan adalah mustahil karena Shay bahkan tidak tahu bagaimana caranya memegang pemukul dengan benar, apalagi berhubungan dengan bola itu.

Yang terjadi adalah, ketika Shay melangkah maju kedalam arena, sang
pitcher, sadar bagaimana tim Shay telah mengesampingkan kemungkinan
menang mereka untuk satu momen penting dalam hidup Shay, mengambil
beberapa lang kah maju ke depan dan melempar bola itu perlahan sehingga Shay paling tidak bisa mengadakan kontak dengan bola itu. Lemparan pertama meleset; Shay mengayun tongkatnya dengan ceroboh dan luput.

Pitcher tsb kembali mengambil beberapa langkah kedepan, dan melempar
bola itu perlahan kearah Shay. Ketika bola itu datang, Shay mengayun kearah bola itu dan mengenai bola itu dengan satu pukulan perlahan kembali kearah pitcher.
Permainan seharusnya berakhir saat itu juga, pitcher tsb bisa saja
dengan mudah melempar bola ke baseman pertama, Shay akan keluar, dan permainan akan berakhir.


Sebaliknya, pitcher tsb melempar bola melewati baseman pertama, jauh dari jangkauan semua anggota tim. Penonton bersorak dan kedua tim mulai berteriak, "Shay, lari ke base satu! Lari ke base satu!". Tidak pernah dalam hidup Shay sebelumnya ia berlari sejauh itu, tapi dia berhasil melaju ke base pertama. Shay tertegun dan membelalakkan matanya.

Semua orang berteriak, "Lari ke base dua, lari ke base dua!"

Sambil menahan napasnya, Shay berlari dengan canggung ke base dua. Ia terlihat bersinar-sinar dan bersemangat dalam perjuangannya menuju base dua. Pada saat Shay menuju base dua, seorang pemain sayap kanan memegang bola itu di tangannya. Pemain itu merupakan anak terkecil dalam timnya, dan dia saat itu mempunyai kesempatan menjadi pahlawan kemenangan tim untuk pertama kali dalam hidupnya. Dia dapat dengan mudah melempar bola itu ke penjaga base dua. Namun pemain ini memahami maksud baik dari sang pitcher, sehingga diapun dengan tujuan yang sama melempar bola itu tinggi ke atas jauh melewati jangkauan penjaga base ketiga. Shay berlari menuju base ketiga.

Semua yang hadir berteriak, "Shay, Shay, Shay, teruskan perjuanganmu Shay"

Shay mencapai base ketiga saat seorang pe main lawan berlari ke arahnya dan memberitahu Shay arah selanjutnya yang mesti ditempuh. Pada saat Shay menyelesaikan base ketiga, para pemain dari kedua tim dan para penonton yang berdiri mulai berteriak, "Shay, larilah ke home, lari ke home!". Shay berlari ke home, menginjak balok yg ada, dan dielu-elukan bak seorang hero yang memenangkan grand slam. Dia telah memenangkan game untuk timnya.

Hari itu, kenang ayah tersebut dengan air mata yang berlinangan di wajahnya, para pemain dari kedua tim telah menghadirkan sebuah cinta yang tulus dan nilai kemanusiaan kedalam dunia.

Shay tidak dapat bertahan hingga musim panas berikut dan meninggal musim dingin itu. Sepanjang sisa hidupnya dia tidak pernah melupakan momen dimana dia telah menjadi seorang hero, bagaimana dia telah membuat ayahnya bahagia, dan bagaimana dia telah membuat ibunya menitikkan air mata bahagia akan sang pahlawan kecilnya.

Seorang bijak pernah berkata, sebuah masyarakat akan dinilai dari cara mereka memperlakukan seorang yang paling tidak beruntung diantara mereka.

Winner Vs Loser

When Awinner Makes A Mistake, He Says, "i Was Wrong."
When A Loser Makes A Mistake, He Says, "it Wasn't My Fault."

A Winner Works Harder Than A Loser And Has More Time;
A Loser Is Always "too Busy" To Do What Is Necessary.

A Winner Goes Through A Problem;
A Loser Goes Around It, And Never Gets Pass It.

A Winner Makes Commitments;
A Loser Says, "i'm Not As Bad As A Lot Of People."

A Winner Respects Those Who Are Superior To Him And
Tries To Learn Something From Them;
A Loser Resents Those Who Are Superior To Him
And Tries To Find Chinks In Their Armour.

A Winner Feels Responsible For More Than His Job;
A Loser Says, "i Only Work Here."

A Winner Says, "there Ought To Be A Better Way To Do It."
A Loser Says, "that's The Way It's Always Been Done Here."

The Choice Is Yours .. .. Choose To Be A Winner!


Hati-hati terhadap Situs-situs Berbahaya

(sumber: http://www.stopbadware.org/home/guidelines)

Hare gene.. masih ketipu oleh situs2 berbahaya?? jangan dehh... hehe :)

Beberapa tahun belakangan ini sudah mulai banyak bermunculan situs2 berbahaya,
yakni situs yg menyebarkan badware, termasuk di dalamnya spyware, malware dan adware.

Terhadap situs2 berbahaya tersebut:
jangan men-download software (termasuk wallpaper, antivirus, dll)
atau paling amannya: tidak mengunjungi situs tersebut.

Berikut ini beberapa situs2 berbahaya yang sudah tercatat di:
http://www.stopbadware.org/home/guidelines

* Italian Soccer wallpaper from http://www.EZThemes.com is badware

* http://www.ThemeXP.org contains badware. ThemeXP contains hundreds of executable files for download, ranging from desktop themes, to screensavers, wallpapers, icons, and cursors. So far, we have tested a random sampling of this ThemeXP Content. The badware behavior of these applications include the installation of additional software without the user's knowledge or consent; the installation of adware; and the installation of spyware.

* PC MightyMax is badware because it can be difficult to exit without purchasing the full version of the product; it makes exaggerated claims of system vulnerability; and it does not disclose to the user that it will periodically display pop-ads and make auditory alarms encouraging the user to purchase the full version. In essence, PC MightyMax belongs to that subset of badware that is often termed "nagware" or "extortionware".
We currently recommend that users do not install the version of PC MightyMax.

* WinFixer 2005 and WinFixer 2006 are badware.

* FunCade is badware because it deceptively advertises itself as having "no spyware," it installs a Trojan horse and adds bundled software to the Windows startup folder without disclosure, and it does not uninstall its bundled adware and spyware. Moreover, it attempts to deceptively get the user to download additional software during the uninstallation process.

* UnSpyPC is badware because it identifies legitimate anti-spyware applications as spyware and leaves behind an executable after uninstallation that could be used to reinstall the program.

* Jessica Simpson Screensaver is badware because it is bundled with Trojan horses, as well as undisclosed adware, spyware, and a stealth dialer.

* Kazaa (http://download.kazaa.com/kazaa_setup.exe) is badware because it misleadingly advertises itself as spywarefree, does not completely remove all components during the uninstall process, interferes with computer use, and makes undisclosed modifications to other software.

* MediaPipe is badware because it does not fully disclose what it is installing, does not completely remove all components and "obligations" during the uninstall process, and modifies other software without disclosure.

* SpyAxe is badware because it fails to uninstall completely, is difficult to exit without purchasing the full version of the product, and because it interferes with computer use and modifies other software without disclosure.

* Waterfalls 3 from Screensaver.com is badware because it includes components that are generally considered spyware, is bundled with a Trojan horse-like program, and modifies other software without disclosure.


Situs-situs jahat (berbahaya) lainnya, bisa dilihat di:
http://www.stopbadware.org/home/guidelines


Silahkan kasihtau ke teman2mu yg lainnya.

Semoga bermanfaat.

best regards,
http://www.gsn-soeki.com/wouw/
http://www.gsn-soeki.com/sumber-informasi/

--------

ABOUT "StopBadware.org"

StopBadware.org is a "Neighborhood Watch" campaign aimed at fighting badware. We will seek to provide reliable, objective information about downloadable applications in order to help consumers to make better choices about what they download on to their computers. We aim to become a central clearinghouse for research on badware and the bad actors who spread it, and to become a focal point for developing collaborative, community-minded approaches to stopping badware.

Harvard Law School's Berkman Center for Internet & Society and Oxford University's Oxford Internet Institute are leading this initiative with the support of several prominent tech companies, including Google, Lenovo, and Sun Microsystems. Consumer Reports WebWatch is serving as an unpaid special advisor.

John Palfrey, Executive Director of the Berkman Center and Harvard Clinical Professor of Law, and Jonathan Zittrain, Harvard Law Visiting Professor and Professor of Internet Governance and Regulation at Oxford University, are StopBadware.org co-directors. Supporting them are an advisory board and working group made up of some of the top experts in the field, including Internet pioneers Esther Dyson and Vint Cerf.



Ketenangan Jiwa dan Penyerahan diri

Kisah seorang ibu tua renta yang tabah.

Suatu ketika si ibu melakukan perjalanan dengan menumpang perahu layar dari
daratan tempat kediamannya menyeberangi lautan menuju suatu daerah dimana
anaknya sedang menuntut ilmu. Ditengah perjalanan, perahu tiba-tiba datang
badai dan ombak yang sangat ganas menghempaskan perahu, sehingga perahu
layar tersebut berjalan tak tentu arah terbawa ombak. Melihat kejadian
tersebut, semua penumpang kecuali ibu ini, berteriak-teriak histeris karena
ketakutan, ada yang mencari pelampung, ada yang saling berpelukan dengan
anggota keluarga dan teman seperjalanan dan ada juga yang sudah meloncat ke
air untuk berusaha berenang mencari pantai dilautan yang tidak kelihatan
tepiannya. Sang nakhoda tetap berusaha mengendalikan perahu layar tersebut
semampunya dengan harapan jangan sampai perahu itu terbalik dan tenggelam.

Dalam keadaan yang sudah kacau balau tersebut, si ibu tetap duduk dengan
tenang sambil sesekali menengadahkan wajah dan tangannya ke atas dengan
bibir komat-kamit. Seorang awak kapal ternyata memperhatikan si ibu tua itu
dan kemudian ia mendekati seraya berkata :" Ibu... apa yang sedang engkau
lakukan, mengapa ibu diam saja dan tidak berusaha untuk menyelamatkan diri
.."? Lalu sang ibu memndang awak kapal itu dengan senyum yang sangat ikhlas
dan tenang, lalu dia berkata :" apakah yang dapat aku lakukan disaat
seperti ini.."? Awak kapal menjawab :" pergilah cari pelampung atau
masuklah ke sekoci bersama dengan penumpang yang lain" Si ibu kembali
bertanya.." apakah dengan kondisiku yang sedemikian ini akan mampu berebut
pelampung atau mampu bertahan untuk saling mendorong di dalam sekoci yang
sekecil itu..? apakah kapal ini tidak lebih besar dari sekoci itu untuk
tempat berteduk dan berlindung.."? lalu sang awak kapal menjawab :" ibu,
kapal ini akan tenggelam karena sudah terlalu banyak air laut yang masuk"
Kemudian si ibu menjawab :" aku sangat berbahagia untuk tetap tinggal di
kapal ini, karena sekoci dan pelampung itu tidak akan pernah sampai ke
daratan yang akan kita tuju, karena mereka tidak akan kuasa menentukan
arahnya, sementara Jikalau Tuhan mengijinkan kapal ini bertahan, maka akan
sampailah kita ke daratan tujuan kita dan aku akan bertemu dengan anakku
yang kucintai yang sedang menungguku disana". Si awak kapal bingung dan
kembali bertanya :" bagaimana sekiranya kita tidak mampu untuk meneruskan
perjalanan dan kita putar haluan untuk kembali..?" si ibu menjawab :" aku
juga akan berbahagia, karena aku akan kembali berkumpul dengan suami ku
yang sedang menunggu ku di rumah.." Lalu si awak kapal kembali bertanya:"
Bagaimana kalau kapal ini tenggelam dan kita akan mati ditelan ombak
badai..?" si ibu kembali menjawab dengan tenang dan senyum :" aku juga
akan tetap berbahagia, karena aku akan bertemu dengan anakku yang telah
lama pergi menghadap Sang Penciptanya". Seketika itu sang awak kapal baru
tersadar.., ternyata ketabahan ibu ini sungguh luar biasa, lalu dengan
tangan yang lembut ia menuntun ibu tua itu untuk masuk menuju ruang awak
kapal serta berkata " Terimakasih Ibu, engkau telah memberiku pelajaran
yang sangat berharga, bahwa hidup harus dihadapi dengan ketenangan jiwa dan
terutama penyerahan diri kepada Tuhan Sang Pencipta"


Optimist vs Pessimists

Who is an optimist?
* Be so strong that nothing can disturb your peace of mind.
* Talk about health, happiness and prosperity to every person you meet.
* Make all your friends feel there is something in them.
* Look at the sunny side of everything.
* Think only of the best, work only for the best and expect only the best.
* Be as enthusiastic about the success of others as you are about your own.
* Forget the mistakes of the past and press on to the greater achievements of the future.
* Give everyone a smile.
* Spend so much time improving yourself that you have no time left to criticize others.
* Be too big for worry and too noble for anger."

Who is a pessimist :
* are unhappy when they have no troubles to speak of.
* feel bad when they feel good, for fear they will feel worse when they feel better.
* spend most of their life at complaint counters.
* always turn out the lights to see how dark it is.
* are always looking for cracks in the mirror of life.
* cannot enjoy their health because they think they may be sick tomorrow.
* not only expect the worst but also make the worst of whatever happens.
* don't see the doughnut, only the hole.
* believe that the sun shines only to cast shadow.
* forget their blessings and always count their troubles.
* know that hard work never hurts anyone but believe "why take a chance?"
* stop sleeping in bed when they hear that more people die in bed than anywhere else.


Pahami Tingkah Klien Anda

Dalam suatu kesempatan "outing", salah satu kantor yang saya pimpin, seperti biasa, saya selalu menyelipkan satu materi untuk didiskusikan. Saya selalu yakin bahwa suasana "santai" membuat materi yang lebih berat bisa dicerna lebih mudah.

Pernahkan anda berpikir mengenai suatu tindakan yang dilakukan orang lain. Ambil contoh, suatu ketika anda mampir ke suatu café, dan mendapat sambutan awal yang kurang enak seperti "Mau pesan apa?", tanpa ada bapak / ibu atau panggilan sopan lainnya dan dengan gaya dan intonasi yang "jutek"

Mungkin anda langsung berpikir bahwa memang sudah tabiatnya pelayan tsb bertingkah laku spt itu, mungkin juga anda memahami bahwa pelayan tsb bertingkah laku "aneh" karena mengalami "bad day" sehingga anda dapat memakluminya.

Menurut disiplin ilmu NLP (Neuro Linguistic Programming) atau singkatnya ilmu yang mempelajari penggunaan bahasa bagi pikiran kita, tingkah laku (behaviour) tidaklah sesuatu yang muncul secara acak dan tiba-tiba.

Tingkah laku, muncul terkait dengan "state" alias keadaan sesaat, dan mungkin anda paham bahwa "state" kita berubah-ubah sedemikian cepat, dipengaruhi oleh factor "psychology" (pikiran,), "physiology"(gerak olah tubuh), dan "biochemistry"(zat-zat yang ada dan diserap tubuh, tergantung pola makan, minum).

Sampai disini mungkin anda mulai paham bahwa jika seseorang melakukan tindakan yang "menyebalkan", bukan berarti bahwa orang tsb memang "menyebalkan", melainkan orang tsb mungkin memfocuskan pikirannya pada kejadian yang tidak menyenangkan sebelumnya (psychology), menampilkan gerak olah tubuh yang membuatnya tambah "kesal" (physiology) dan didukung dengan "desakan" zat-zat dari dalam tubuh (biochemistry)

Setelah anda tahu, tentunya anda mulai berpikir "Berarti, apa yang kita lakukan bukan datang begitu saja, dan yang menarik tentunya adalah bahwa kita punya "kendali penuh" atas apa-apa yang "akhirnya" kita lakukan.

Pada saat kita berbicara mengenai "state", kita tidak mengatakan mana "state" yang baik dan mana yang tidak, kita menyebutnya "resourceful state" dan "unresourceful state", yang artinya "state" yang membuat anda mampu melakukan tujuan anda, dan kebalikannya.

Sekarang coba kita pikirkan aplikasi nyatanya.

Bayangkan anda sedang berbicara dengan seorang client. Anda melihat bahwa client tsb tidak konsentrasi pada apa yang anda sampaikan, dan bahkan sempat membuat anda "kesal" karena merasa tidak dihargai.

Ingatlah, bahwa "tingkah laku" yang ditunjukkan adalah "hasil" dari "state"nya saat itu. Anda bisa mulai dengan mengajaknya berbicara mengenai hal-hal yang menyenangkan baginya (butuh pengamatan kecil dan "listening skill" yg baik), sampai disini mudah-mudahan anda sudah dapat merubah apa yang sedang difocuskannya (psychology). Kemudian bisa dilanjutkan dengan mengajaknya melihat maket atau unit contoh atau tindakan fisik lainnya yang membuat gerak olah tubuhnya berubah (physiology) dan yang terakhir tentunya yang paling jarang bisa anda lakukan, kecuali "extreme"nya adalah misalnya anda kebetulan juga sedang menyuguhkan wine, yang tentunya adalah contoh yang jelas yang akan berpengaruh cepat pada "biochemistry"nya

Apa yang disampaikan disini tentunya adalah bentuk penyederhanaan, karena hanya ingin menonjolkan bahasan kita kali ini, masih ada beberapa factor lain seperti "pacing & leading", menunjukkan empathy, dll (beberapa pernah dibahas di tulisan terdahulu).


Selamat mencoba !

Segelas Susu

Suatu hari, seorang anak lelaki miskin yang hidup dari menjual asongan dari pintu ke pintu, menemukan bahwa dikantongnya hanya tersisa beberapa sen uangnya, dan dia sangat lapar.

Anak lelaki tersebut memutuskan untuk meminta makanan dari rumah berikutnya. Akan tetapi anak itu kehilangan keberanian saat seorang wanita muda membuka pintu rumah. Anak itu tidak jadi meminta makanan, ia hanya berani meminta segelas air.

Wanita muda tersebut melihat, dan berpikir bahwa anak lelaki tersebut pastilah lapar, oleh karena itu ia membawakan segelas besar susu.

Anak lelaki itu meminumnya dengan lambat, dan kemudian bertanya, "berapa saya harus membayar untuk segelas besar susu ini ?"

Wanita itu menjawab: "Kamu tidak perlu membayar apapun".
"Ibu kami mengajarkan untuk tidak menerima bayaran untuk kebaikan" kata wanita itu menambahkan.

Anak lelaki itu kemudian menghabiskan susunya dan berkata :" Dari dalam hatiku aku berterima kasih pada anda."

Sekian tahun kemudian, wanita muda tersebut mengalami sakit yang sangat kritis. Para dokter dikota itu sudah tidak sanggup menganganinya.

Mereka akhirnya mengirimnya ke kota besar, dimana terdapat dokter spesialis yang mampu menangani penyakit langka tersebut.

Dr. Howard Kelly dipanggil untuk melakukan pemeriksaan. Pada saat ia mendengar nama kota asal si wanita tersebut, terbersit seberkas pancaran aneh pada mata dokter Kelly.

Segera ia bangkit dan bergegas turun melalui hall rumahsakit, menuju kamar si wanita tersebut.

Dengan berpakaian jubah kedokteran ia menemui si wanita itu. Ia langsung mengenali wanita itu pada sekali pandang. Ia kemudian kembali ke ruang konsultasi dan memutuskan untuk melakukan upaya terbaik untuk menyelamatkan nyawa wanita itu. Mulai hari itu, Ia selalu memberikan perhatian khusus pada kasus wanita itu.

Setelah melalui perjuangan yang panjang, akhirnya diperoleh kemenangan... Wanita itu sembuh !!. Dr. Kelly meminta bagian keuangan rumah sakit untuk mengirimkan seluruh tagihan biaya pengobatan kepadanya untuk persetujuan.

Dr. Kelly melihatnya, dan menuliskan sesuatu pada pojok atas lembar tagihan, dan kemudian mengirimkannya ke kamar pasien.

Wanita itu takut untuk membuka tagihan tersebut, ia sangat yakin bahwa ia tak akan mampu membayar tagihan tersebut walaupun harus dicicil seumur hidupnya.

Akhirnya Ia memberanikan diri untuk membaca tagihan tersebut, dan ada sesuatu yang menarik perhatuannya pada pojok atas lembar tagihan tersebut. Ia membaca tulisan yang berbunyi..

"Telah dibayar lunas dengan segelas besar susu.." tertanda, DR Howard Kelly.

Air mata kebahagiaan membanjiri matanya. Ia berdoa: "Tuhan, terima kasih, bahwa cintamu telah memenuhi seluruh bumi melalui hati dan tangan manusia."



Time Management: The Pickle Jar Theory

There's something about a nice crunchy pickle, isn't there? I mean the aroma may make some people puke, but for me it's the taste and the juice forcing itself into your mouth like a divine cascade of flavor. As a wise man once said, "It's like a taste explosion in your mouth!"

Well, this article really has nothing to do with pickles, nor does it have anything to do with eating or wise men at all. In fact this article has nothing to do with anything tangible, unless you choose to follow along. Though you don't have to, I would strongly suggest it as you could have quite the nifty little craft project by the end of this piece!

The jar
Time Management theories have come and gone. I've tried many of these and most have failed because of the sheer amount of time I needed to commit to the theory in order to save some time. The return just never seemed to justify the cost, if you know what I mean.

The latest theory of Time Management I heard has actually caused me to stop and think about how I run my entire life. This kind of thing doesn't happen very often, and no I don't mean thinking, cheeky readers! The theory that was recently taught in a Leadership course I'm enduring is called the Pickle Jar Theory.

The theory
Imagine if you will an, or for those crafty people among you just go get an, empty pickle jar. Big pickle jar, you could fit at least three of the largest pickles you've ever imagined inside of it. For those of you who don't like pickles, I apologize, feel free to substitute the words "pancake jar" for "pickle jar" as needed.

Okay, so you've got yourself a pickle jar. Now, put some large rocks in it. Put in as many as you possibly can. Let me know when it's full. Now, I know you think it's full, but put a couple more in anyway.

Okay, you've got a full pickle jar that you can't fit anything else into, right? Now, put some pebbles in. Put as many in as you can possibly fit, and raise your hand and bark like a pig when you feel your jar is full.

Now, take your full jar and take sand and, you guessed it, fill that jar until you can't possibly fit anymore in, and then add some water.

I am sure the significance of this little exercise hasn't escaped any of you. Each of us has many large priorities in our life, represented by the large rocks. We also have things which we enjoy doing, such as the pebbles. We have other things we have to do, like the sand. And finally, we have things that simply clutter up our lives and get in everywhere: water.

None of these are bad things. After all, we need the gamut of these objects-from large priorities to times of rest-in order to feel truly fulfilled. No Time Management theory should be without balance, and the Pickle Jar theory is all about balance. You make time for everything, and everything simply fits well where it is supposed to fit.

Me and my day
As an example of my pre-pickle day, my little to-do list looked a lot like this:



8:00: check and respond to email
8:30: check various community sites and respond where required
9:00: ensure all web properties are running properly
9:15: set priorities for the day
9:30: go for a walk, grab some water
10:00: do website maintenance, remove outdated content
11:00: draft an article
11:30: polish next article to go out
12:00: ensure all things web-related are handled, running well and all questions are answered
12:30: lunch
1:30: do programming on latest large project
2:30: write letters to clients to keep them abreast of changes in the last three days to their projects
3:30: check with team on progress, deal with issues
4:30: . etc., etc., etc.

Now, I may have actually accomplished a lot in this type of day; in fact, I typically did. All my websites were running properly, I'd written an article or two, I'd done actual work, I'd built client relationships, I'd ensured my team was working properly, so what could be wrong?

Well, take a look at the first five hours of my day. Between 8am and 1pm, all I manage to actually get done that couldn't fit into other times when my mind tends to wander (and I tend to do these things anyway) was a little bit of article writing.

This part of the day was really a supreme waste of time. I often went to lunch feeling like I was convincing myself that I had been productive. At the end of the day I always believed that a lot got done, but my lunch times always felt slightly depressing.

Beyond that, this schedule did not work if a client walked in and needed an exceptional amount of work done, if a site had crashed overnight, or if I had an email that required more than five minutes of attention. If anything unexpected happened, which we all know should actually be expected, my whole morning and often my entire day fell apart.

My new, improved day
In these post-pickle days, my schedule looks rather different. I now schedule in times when my rocks should get done and let my other priorities, the unexpected and little things I do all day, like surf the web, fill in the gaps. New schedule:

800: figure out rocks for the day (literally, this is what it says!) and deal with emergencies
830: article writing as appropriate
1000: programming
1300: client correspondence

Suddenly I have what feels like a more open day. I have more time for programming, I get things done earlier, I am more relaxed, my schedule is more fluid. It all works incredibly well.

In the post-pickle days I realized that I needed to really figure out what my big rocks were during the day and not schedule time for anything else in my daily routine. Email is not a rock: I can go a few minutes and, wonder of wonders, even a day or two without touching it.

Email is a lot like the phone in that even though we all have our phones on just in case an important call happens, when we look back on our year it is rare that we can remember more than one or two occasions where we absolutely needed to answer our phone or email at that precise instant.

The detractors
There are of course those in the audience who will never have practiced Time Management techniques in the past. They feel they are productive enough and get "enough" done. I'm glad, way to go, give yourselves a hand. Now, grab your jar again. Empty it.

Fill your jar with water until it is completely full. Now, try and add some sand. What do you mean it didn't work?

This is the essence of the Pickle (or Pancake) Jar Theory. By first ensuring that your large priorities are tackled, scheduled, and done for the day, you can then let the smaller but less important things in until you have somehow allowed time in your day for everything you needed to do, while still relaxing and having fun.

http://www.gsn-soeki.com/wouw/?koleksi-artikel-utk-semua

The value of water
I strongly encourage everyone to use at least one Time Management System. It empowers you to actually do instead of scurrying about without any goals in sight. Whether you choose this particular system or not, remember: eat the pickles before you empty the jar, they are so good!



Lessons from Project Management: 101 ways to organize your life

Project Management (and life) Wisdom straight from the mouths of the horses - oops, I mean project managers:

Leadership

1. Keep your approach friendly: People are not looking to make friends at work, but refraining from an aggressive approach towards your employees is a good idea. The whip - your - team - into - submission approach worked with the "Pyramids of Giza" project - but it is outdated now. The days when you could bully and scare the s*** out of your team are over. Be diplomatic and assertive, instead.

2. When taking on a new project/responsibility at work, convey to your management the extent of authority you need in order to effectively execute your project. Ensure that you have the authority that you need before you start work on your project.

3. Being people-oriented does not mean that you cannot be task-oriented (and vice-versa).

4. One-to-one: Meet regularly with your team members on a one-on-one basis. When you apply this principle to your kids, it makes each of them feel special.

5. Nobody appreciates a micro-manager: Don't sit on the heads of your team members.

6. Giving autonomy does not mean not keeping track of progress.

7. Learn how to manage people (more difficult than it sounds, believe you me!), and the rest of your job will that much easier to execute.

8. As a leader, you should have the ability to bind the team together and give them a sense of "we're in this together." For instance, as the head of your family, you can promote bonding by setting aside time for family board games, story-telling sessions, family picnics, family prayers and the like.

9. Stay visible - As a leader, you need to be visible in good times, as well as when there are problems to address.

10. Your reputation depends on your perceived credibility and integrity: A very basic item for leaders is to ensure that promises made are promises kept. If action is committed, it must be performed.

11. Personality: As a leader, does your personality influence and inspire your team?

12. Leadership CAN be learned.
http://www.allpm.com/modules.php?op=modload&name=News&file=article&sid=1567
Focus on these areas to improve your leadership skills:

* Initiative
* Leverage your charisma to influence others
* Lead purposefully and with commitment
* Develop a result-oriented approach
* Cultivate an attitude of optimism
* Work on your self-confidence - especially for weakness areas (for instance, if you are particularly nervous around people with an intimidating body language, create a plan to tackle that, and come across as confident and in-control in their presence.)
* Cultivate empathy so that you can encourage and nurture your team
* Learn to identify winners - and nurture them
* Learn to read between the lines to understand the underlying concern that prompted the dialogue
* The ability to motivate people so that they stretch out of their "comfort zones"
* Improve your decision-making abilities by learning from past decisions
* Learn to see the big picture
* Polish your Goal Setting skills
* Develop Personal Goals and examine them at regular intervals
* Effective Time Management

13. Flexibility: While it is a good thing to be firm and stand by your decisions, It is important that you are flexible enough to realize when plans need to change. View planning as an ongoing process. That way, you can change course midway without too much damage, if the original plan is not working. Are you open to continuous planning and updating of the plan?

Effective personnel management (Managing your team / family unit)


14. Stand up for your team. When your employees are in the right, have the guts to take up their case.

15. Don't let team members intimidate you with technical mumbo-jumbo. Don't feel stupid when you ask them to explain what they are saying in layperson's language.

16. Match assignments with skill sets: Is every team member equipped to handle his part of the assignment? If not, then you are in deep trouble!

17. Creative Solutions: A Japanese story - when a little girl kept wearing the wrong shoe on the wrong foot, her parents found a solution. There was half a smiley face on either shoe. The smiley face was complete only when she wore her shoes the correct way. Problem solved. It can be as simple as that if we use our creativity.

18. When you pressure your team to deliver faster than is humanly possible, don't be surprised to see a poor quality, bug-laden product.

19. Agree on rules: In project management, once the design has been completed, the design and production staff create a style guide for future reference. Make the rules of the game clear to all players involved, and to any players who join in later on.

20. Building Trust: Build trust within the team by demonstrating to each team member that everyone is important and creating a sense of personal value and contribution.

21. According to the book "Retaining Your Best People" (Harvard Business School Press), retention should become a core strategy. A very significant and important piece of advice from the book and something that all leaders should do on a regular basis is to "let your best people know you treasure them, count on them, and want to reward them in as many ways as possible."

22. Look beyond money: There should be an effort by the manager, project manager, or business executive to determine what the non-monetary interests of the key players are. Translated to a family situation, don't sit smug thinking that you are doing your bit by bringing in the bacon. Your family needs more than that from you - your attention and interest, for instance.

23. Say thanks, offer words of support, and show appreciation for good work.

24. Reward your key players as often as possible. People generally won't work for people who just don't care for them.

25. Provide Challenges - Encourage your team to stretch beyond their comfort zone. This will help them see just how far they can go.

Recognition

26. Rewarding works better than nagging: A reward can be something as simple as a coin or a note of appreciation - as long as your employees perceive it as a symbol of recognition, it works.

The relationship between Accountability, Empowerment, Ownership and Motivation

27. The buck stops here: You are accountable for your task / project. However, this does not mean that you do not delegate. Delegate work to your team members, let them know that they are accountable for their assignment/s, and ensure that they have the resources so that they can deliver successfully. Decide the plan of action beforehand, and decide how follow-ups will happen.

28. Ownership: Have an attitude of owning your work.

29. Minimize your supervision - Provide a sense of autonomy. Freedom is a major motivator and builds trust on both sides. (Tip: But don't tune out completely.)

30. To motivate, you have to empower. Motivation involves not only being enthusiastic and pumped up about approaching the task, but also involves being equipped with the tools and the ability to complete the assignment. When you delegate an assignment, convey to the team member that it is now THEIR exclusive responsibility that the job gets done. If it doesn't, they will be held accountable.

31. Accountability of Self: Take a couple of co-workers into confidence about your expectations from yourself. Besides making your goals clearer to yourself, this helps others keep track of your progress.

Communication

32. Clear, open communication is a prerequisite for a healthy, result-oriented work environment.

33. Keep them posted: A lack of information is a fertile ground for rumor, gossip and insecurity. Keep the team in the loop about information concerning and affecting them.

34. When in doubt, ask: Don't refrain from asking "stupid" questions - they may save miscommunication and misunderstandings, resulting in saved time and money!

35. It is bad policy to wait till your team members find out important information concerning them from other sources. That information should come from you.

36. Ask questions and listen to suggestions.

37. Feedback: Provide it often and ask for it. Keep an open mind. (Tip: Don't expect all feedback to be pleasant and positive.)

38. Listen: It's always important to listen, but even more so in tough times. Listen for undertones.

39. Be Open: While you should not be a dumping ground for grievances, you SHOULD be accessible enough for team members to openly discuss concerns or delays. (Tip: If you are not open, you'll find out about the concern or delay later in the game when there is less time to fix it.)

40. Touch Base: One-on-one and in meetings, meet up with your team members (or family members). (Sitting in front of the television with the family does not count as touching base!)

Morale

41. Pride: Have you read the Japanese story about the janitor who described his work as "Contributing to the progress of his country?" His logic - if the executives did not have clean toilets to use, they couldn't be very productive, could they? That is the kind of pride you need to have in your work / project.

42. Keep your sense of humor: It helps - especially in situations where no one feels like laughing. (Like the time a short executive stood on a chair so that she was at eye-level with her colleague, and she quipped, "Maybe now we can see eye-to eye?" The laughter that followed this lightened up the tension that everyone in the room had been feeling up to that point.)

43. Have fun @ work: It's true that all work and no play makes Jack a dull b ec638dcoy. And fun, on the other hand, recharges your batteries and lets you approach work with a fresh mind.

44. Celebrate achievements - even mini-achievements: Celebrating at every landmark gives your team something to look forward to, and lets them remember that they are making steady progress towards their goal - project completion!

45. Give praise: When a team member does something great, let them know it! Make sure your praise is sincere. Also, your praise will be valued only if it is given when it's due.

46. Help Others Help Themselves: If a team member / family member has a mental block, you can guide this individual to tear it down. (Tip: Tackle such issues early on, because a negative frame of mind can be highly infectious.)

Self-Management

47. Use impatience to your advantage: Channel the energies generated by your impatience to propel the process faster.

48. Procrastinators don't make good project managers. Find a way around your weakness (procrastination) if you want to achieve your targets.

49. 24X7 availability for the project is not the way to effective achievement of targets. It will only end up overwhelming you. "The key is to schedule and set boundaries so you don't need to be accessible 24/7." (webmonkey)
http://www.webmonkey.com/webmonkey/01/18/index3a_page3.html?tw=jobs

50. Do you like what you are doing? If not, why are you still doing it? Money is not compensation enough for being trapped in a role you do not like. Because for every hour you spend doing something you don't enjoy, you are giving up doing something that you do.

51. Be Informed: Know not only what is happening in your organization, but also keep track of changes within other organizations that may impact your team members.

52. Analyze after the event: A postmortem offers valuable insights for future reference.

53. Ask yourself

(1) Do I know what is expected of me?
(2) Do I expect I can perform that which is expected of me?
(3) Do I expect a reward of value to me personally?


Stress

54. Use stress as an ally: Let stress work as the red flag that tells you to take action.

55. One key element in dealing with stress is taking control. A feeling of helplessness increases stress. So take some action that reflects that you do retain some amount of control over the situation - even if that little control is only over your reaction to the stressor.

Personal organization

56. Nothing beats being organized. Keep an organized filing system, for instance, even something as simple as storing documents chronologically will go a long way in saving you time and stress when you need to locate information.

57. Keep a daily journal where you jot down the day's highlights. Then, set aside an hour on Saturday night/evening to analyze your week. What did you do wrong? What did you do right? What will you do differently the next time in a similar situation? This practice will help you grow professionally and personally in the long run.

58. Make daily lists and cross things off. Keep a personal scorecard and grade yourself weekly.

59. Buy a Daily Planner; now actually use it.

Planning

60. Plan ahead: Before you plunge headlong into work, spend some time planning your project.

61. Break down work into tasks: Breaking down the project into smaller tasks (and mini-tasks if required) ensures that you have a systematic approach.

62. Keep it visible and visual: Plotting a chart or graph about work progress and tacking it in a prominent place on your soft board (or keeping the softcopy on your desktop) ensures that your progress is visible to you.

63. Infrastructure: A reliable server lays the foundation for efficient work. Good infrastructure and equipment translate to smooth functioning for any task.

64. A step-by-step plan is the best way to ensure you know where you are going.

65. In project management, the bulk of the work happens after the planning phase. How well this implementation of the plan happens depends on how thorough and specific the planning and documentation was. Bad planning translates to bad implementation.

66. Good planning alone does not ensure good implementation. Follow-through becomes vital here. As the leader, the project manager ensures that the team sticks to the plan.

67. As a project manager, you need to check that everyone is following the functional spec and style guide, that they are using the proper naming conventions and version controls, and that backup files are being saved on the server. Rules are useful only insofar as they are implemented and followed.

68. Be prepared: Know your stuff front-wards, back-wards, and every way in between. This does not mean that you need to say everything you know. Being prepared helps you to quickly answer questions and convey that you know what you are talking about.

69. Understanding the goals: A project is truly successful only when you are meeting the need for which it was created. Identifying the scope and requirements at the outset and also acknowledging that in the real world, these can change is a good starting point.

70. Getting it right from the outset: The most important part of a project's life cycle is the identification of its requirements.

Conflicts

71. Manage conflict (especially within the team) at an early stage - before it reaches crisis proportions.

72. The best way to side-step petty politics - nip conflicts in the bud.

73. Remember that no two people view the situation with the same pair of eyes - they actually see different things. This helps in understanding differences of viewpoints and eventually resolving conflict within your team.

74. Create the Team Charter; and keep it up-to-date: A team charter is a code of conduct developed by the project management team and later adopted or modified by the project team. It defines the mutual expectations of each team member of one another. As a project manager, hold yourself and others accountable to be consistent with this code.

Risk Management

75. There is no such thing as a zero-risk project: There is no such thing as a risk-free life.

76. If you want to understand a risk fully, identify its causes as well as its effects.

77. How do you respond to risks? There are four ways:
a) Aggressive responses: You can achieve avoidance by removing or changing a cause, or by breaking the cause-risk link so that the threat is no longer possible.
b) Third party: You involve a third party to manage the risk.
c) Size: You can change the size of a risk, thus reducing a threat.
d) Acceptance: You accept the possibility of the risk, and create a fallback plan to recover from negative impacts.

78. When a project is desperately troubled, first take action to contain the damage then worry about recovery, just the way a first aid or rescue teams first "contain the damage" and consider other options after the victim's condition stabilizes.

79. Checklists for risks: Trouble sometimes stems from omissions. It is easy to "forget" key components of a work package. A checklist reduces the potential of leaving out important considerations.

Work / Life Balance

Naps, Breaks and Vacations: The rejuvenation trio

80. Take a break: When you feel overwhelmed, take a break; get your mind off work for some time. Chances are, you will be able to handle the situation better after a break.

81. Get enough sleep:
http://www.webmd.com/content/article/62/71838.htm
There is no substitute for sleep. All else being equal, a well-rested person is better equipped to meet the challenges that the day presents, as compared to a person who has not had enough rest.

82. When you plan a vacation and want to really enjoy it, ensure that all the work-oriented nitty gritty is taken care of, and out of the way.

83. Manage your vacation as a project (a lot of planning) if you enjoy doing a lot of things rather than just lying around idly all day (which is also an excellent way to recharge your batteries, by the way).

What You Eat

84. Remember GIGO? Garbage in, Garbage out: Eat low-energy fast food and be prepared for irritability, mood swings, and blood sugar swings. Eat healthy, wholesome and nutritious meals to bring out the best in you.

Bonding and Loving

85. A healthy personal life translates to a well-balanced, healthy person. Make sure you are not succeeding at the workplace at the cost of your family and loved ones. Given enough time, they will learn to live without you around - without complaining about it. Tip: Pets are wonderful to shower you with (unconditional) love when nobody else will.

86. No job in the world is worth neglecting your kids for. Your kids will outgrow their strong dependence on you - the job will always be there (one or the other). If you are not there for them when they need you the most, don't count on their unconditional acceptance and love for you later on.

Your clients and stakeholders

87. Keep the stakeholders updated: Keep the sponsors and stakeholders posted about the progress. This becomes more important when there are unforeseen problems or newer risks; like when there are delays.

88. Understand the need: When working on the project, it helps if you understand what need your project will fulfill. Sometimes (make that often) your client's description the project will not match his need. Ensure that what you are doing will serve the purpose that it is meant to serve.

89. When to give in and when to hold your ground: Once a project has started, the client will almost always want you to incorporate changes and add tasks. Sometimes requests are legitimate, and it is possible to incorporate them without throwing the project off track. But when the client's demands require significant changes, you need to take a call. Michelangelo Buonarroti's ceiling of the Sistine chapel project is a classic case in point. The original project involved creating twelve paintings. By the time the project was completed, over 300 paintings had been created, costing the artist his health and youth.

90. When stakeholders do not respond to information or do not respond in an expected manner; create alternative, proactive communication mechanisms to avert trouble.

91. Don't forget to ask, "What does my client want to be able to do as a result of this project?" Translated to real life situations, every time you work on something, ask yourself what you (or someone else) hope to accomplish from that activity. The answer can be as simple as "feeling refreshed and rejuvenated" to something as complex as "moving towards my dream of contributing to a cleaner and healthier planet".

Across Borders - It's a global world!

92. Whether working with offshore teams or just a diverse group at home, today's project environment is multicultural. Be open to and aware of your project stakeholders' cultures. Not only should we respect our colleagues' cultures, but we should understand and EXPERIENCE them. Go out for Dim sum with the team or learn a new phrase in another language. (http://allpm.com)

93. Cross-cultural global relations: (courtesy Elizabeth Larson, PMP and Richard Larson, PMP)
http://www.allpm.com/modules.php?op=modload&name=News&file=index&catid=&topic=48

a) Plan extra time to model requirements when working cross-culturally.
While modeling is an excellent tool for overcoming some cross-cultural communication issues, multi-cultural project management may still take extra time to get the requirements and ensure that important facts are captured.

b) It is important to plann more time for capturing requirements when working in multi-cultural environments.

c) Meeting in Person to Develop Relationships Saves Time and Money in the Long Run. In some cultures tasks are completed based on established relationships and, ultimately, trust, rather than simply being driven by schedules. Attempting to forge ahead with tasks before spending social time with clients can well lead to incomplete requirements. While it may not be standard practice all over the world, when PMs are working in some other cultures taking the time to meet face-to-face can save time and money for your project and organization.


The Zen of Project Management - George Pitagorsky's tips
http://www.pitagorskyconsulting.com/about_george.html

94. Zen is a form of self-investigation that has its roots in China and Japan. It is a merging of Indian Buddhism and Taoism. The Zen approach is one that cuts through complexity to go straight to the heart of a matter. Zen promotes knowing through inner experience. It promotes discipline from within. In the Zen way, the individual comes to fully know his or her own nature by cutting through intellectualism, cultural barriers, conditioned responses, rules and any other "extras" that get in the way of seeing the essence. One who sees the essential nature of things has wisdom. Wisdom leads naturally to compassion. Wisdom and compassion are at the heart of our essential nature.

95. What is a wise approach? It is an approach that gives us the ability to see things clearly and minimize the probability that we will be reactive and ineffective in achieving our goals and objectives. Wisdom is the synthesis of knowledge into active, practical use. A wise person moves through life with equanimity, un-phased by the chaos surrounding her. A wise person has choices. He is not unconsciously driven and reactive.

96. "Only the person who learns to relax is able to create, and for them, ideas reach the mind like lightning." Even in face of chaos, pressure and stress, relax! How? Relaxation is not the same as tuning out and turning off. It is not somnabulence. Learn to rest in the moment. Cultivate the ability to quickly focus on your breath and body just long enough to find your "center". Then engage.

97. Serve someone. Serve everyone. That is the secret of wise leadership. There is a difference between a leader who serves and one who just leads. "The difference manifests itself in the care taken by the servant-first to make sure that other people's highest priority needs are being served." Such a leader asks if "those served grow as persons; do they, while being served, become healthier, wiser, freer, more autonomous, more likely themselves to become servants?" When the motivation is to serve, posturing, politics and self-serving gains are replaced by useful effective action.

98. Mental models are deeply ingrained assumptions, generalizations . that influence how we understand the world and how we take action. " They may be useful, or they may lead to habitual, reactive behavior. What paradigms condition your behavior? Do they help or hinder you? Do you have the courage to question them? Do they provide established basis for analyzing problems, or do they limit your ability to act in the way that is best for the current situation.

99. Desiring the impossible gives rise to suffering It is also the root of many failed projects. When undertaking a project, you have the duty to question authority, to push back. Ask questions, rather than voice objections. Why is this the deadline? What if it isn't met? What do you really need, and by when? What assumptions are you making? What would you give up to get what what you really need? Will we have the right resources at the right time?

100. The Good, The Bad, The Continuous Improvement: We learn at least as much from bad experience as we do from good. Yet, blaming, fear of punishment and models like "I'm so smart, how can I make mistakes" lead us to avoid looking at and learning from our mistakes. Continuous improvement begins with the candid acceptance of the existing situation, particularly its flaws. If you don't accept what is, you can't change it.

http://www.gsn-soeki.com/wouw/?koleksi-artikel-utk-semua

101. How to Push Back when Negotiating: When pushing back to negotiate a rational schedule and budget you need solid footing. Come to the table with a well articulated plan, complete with assumptions. Use your communication, task definition, estimating, scheduling, and risk management skills and knowledge to offer realistic alternatives. Seek win-win solutions. What if you are forced to accept an irrational schedule or budget? Try to do your best to negotiate expectations that can be met given the project's scope, resources, and risks. Do your best to work within the project's real-world conditions.

http://www.projectmanagementsource.com/2006/08/lessons_from_pr.html