Forum Kebersamaan Image MDC Bintaro

Tuesday, October 03, 2006

I love her(him) or myself?

Ada banyak tipe/model berpacaran. Kadang kita melihat orang-orang yang suka ganti-ganti pacar atau seseorang yang terlalu mengikat pacarnya atau bahkan yang terlalu bergantung dengan pacarnya, ataupun tipe-tipe berpacaran yang lainnya.
Saya sempat berpikir. Katanya cinta tidak selalu berarti memiliki. Katanya cinta sejati itu selalu menyayangi dan ingin memberikan yang terbaik. Lalu kenapa ada yang suka ganti-ganti pacar? Lalu kenapa ada yang bilang bosan? Kenapa ada yang terlalu mengikat, terlalu bergantung, dan sebagainya?
Lanjut »

Dari pertanyaan-pertanyaan tersebut, kemudian muncullah serentetan kemungkinan-kemungkinan yang ada di pikiran saya. Contoh: Mungkin seseorang (sebut saja A) yang kurang kasih sayang dan perhatian merasa mendapatkan kasih sayang dari sang pacar (B), dan dia takut kehilangan sehingga dia terlalu mengikat sang pacar atau terlalu bergantung pada sang pacar. Pertanyaan yang perlu direnungkan adalah,”Apakah dia takut kehilangan sang pacar karena cinta atau karena takut kehilangan perhatian dan kasih sayang dari sang pacar?”. Begitu pula dengan sang pacar. “Apakah dia benar-benar mencintai si A atau karena dia mencintai rasa/perasaan dibutuhkan?”. Andai kata kebutuhan itu tidak terpenuhi (contoh: terpisahkan oleh jarak), apa yang akan terjadi? Ada juga orang yang merasa kurang kasih sayang dan perhatian lalu reaksinya adalah ganti-ganti pacar. Mungkinkah karena dia merasa tidak bisa hidup tanpa perhatian sehingga saat sang pacar tidak di sisi, dia mencari perhatian dari yang lain?

Masih banyak kemungkinan-kemungkinan yang lain, seperti:
Mungkin seseorang tidak menemukan keamanan di rumah dan dia merasa aman dengan sang pacar.
Mungkin seseorang selalu merasa kurang percaya diri dan mendapat dukungan dari sang pacar yang membuat dia lebih percaya diri.
Mungkin dia hanya ingin diperhatikan atau dimanja atau bahkan mungkin karena gengsi dan kebanggaan, dll.

Satu hal yang ingin saya tekankan disini adalah, pada saat kita merasa mencintai seseorang, coba kita renungkan kembali apakah kita benar-benar mencintai orang tersebut atau kita mencintai diri kita sendiri?
Bila kita melarang si dia untuk melakukan sesuatu, apakah itu untuk kebaikan si dia ataukah untuk kebaikan dan keamanan (feel secure) kita (ego kita)?
Bukankah kalau kita mencintai si dia seharusnya kita menginginkan yang terbaik untuknya, menerima dirinya apa adanya dan mendukungnya berkembang dan bertumbuh untuk menjadi lebih baik sesuai dengan bakat(talenta) dan personaliti dia?

Tambahan:
Hal ini juga bisa diterapkan untuk hal-hal lain seperti saat kita memberikan sesuatu untuk orang lain, apakah motivasi kita? Apakah kita tulus ingin memberi dan menunjukan kasih? atau kita ingin dipuji, dianggap special, dan diterima oleh si penerima?
Saat kita belajar keras, apa motivasi kita? Apakah untuk menambah ilmu kita? Ataukah untuk status agar dipuji orang sebagai orang pintar? ataukah supaya mendapat pengakuan/perhatian dari orang tua ataupun orang lain?

Mulai sekarang, marilah kita mulai mengambil waktu sejenak untuk merenungkan motivasi-motivasi dari setiap tindakan kita.



Freedom
Kategori: Tips & Thoughts

When I listen to a cd, I thought these words are good. So I decided to share it with you.

Freedom is not the ability to do what you want to do
Freedom is not the right to do what I want to do
It is the power to do what you should do

Freedom is the freedom to love and not hate
If you can't love, you can't forgive , you are not free.

(taken from the the Katinas Roots)



Praise You In This Storm
Kategori: Music & Chord

casting crown2.GIF


If there ever were a test of our faith - if there ever were a test of the motives of our worship - it is when a storm rolls into our lives. We watched and prayed for a precious little girl named Erin Edwards struggle with a deadly disease for several years. The courage, the witnesss, and the worship of Erin's mother, Laurie, inspired this song. Sometimes God calms our storms. Sometimes He chooses to ride them with us. ( The words was taken from the original cd)
Lanjut »

I was sure by now, that you would have reached down
And wiped our tears away, stepped in and saved the day
But once again, I say "Amen", and it's still raining

As the thunder rolls,
I barely hear You whisper through the rain, "I'm with you"
And as Your mercy falls,
I raise my hands and praise the God who gives and takes away

I'll praise You in this storm, and I will lift my hands
For You are who You are, no matter where I am
Every tears I've cried, You hold in Your hand
You never left my side, and though my heart is torn
I will praise You in this storm

I remember when I stumbled in the wind
You heard my cry, You raised me up again
My strength is almost gone
How can I carry on if I can't find You

I lift my eyes unto the hills. Where does my help come from?
My help comes from the Lord, the maker of Heaven and Earth


Romans 8:28 / 2 Corinthians 4:16-18 / Psalm 42:5 / Psalm 121:1-2 / job 1:20-21 / Daniel 3:16-18

The story behind this song can be read (strongly recommended) in http://www.christianitytoday.com/music/commentaries/
hegivesandtakesaway.html


Iman
Kategori: Faith

Ibrani 11:1 mengatakan bahwa, “ Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat.” Terjemahan lain mengatakan, “ Now faith is being sure of what we hope for and certain of what we do not see.” (NIV).

Banyak dari kita yang mendefinisikan iman seperti ini: (contoh)
Saat kita berdoa meminta kesembuhan, kita harus mengimani bahwa Tuhan sanggup menyembuhkan kita dan kita harus mengimani kalau kita sudah menerima kesembuhan itu setelah kita berdoa.

Memang banyak dari kita yang menerima mukjizat karena iman kita ini. Tapi, bagaimana kalo setelah berdoa sekian lama, kesembuhan itu belum juga datang? Mungkin banyak dari saudara-saudara seiman kita yang mengatakan bahwa kita kurang beriman/mengimani. Dan kitapun berusaha makin keras untuk mengimani kalau kita sudah menerima kesembuhan itu.
Setelah bertahun-tahun, kesembuhan yang kita harapkan dengan sangat itu tak kunjung datang juga. Akhirnya banyak dari kita yang mulai kecewa dan bahkan ada yang mulai mundur dan berakhir dengan tak pernah muncul di gereja lagi.

Is this kind of story sound familiar to you?
Lanjut »

Apa sih definisi iman? Mari kita merenungkan bersama. Mungkin kita mendefinisikan iman secara berbeda.
Cerita seperti diatas itu tidak asing lagi bagiku. Bahkan sempat membuatku bingung dan tak mengerti sampai akhirnya aku belajar dan mulai mengerti.
Ternyata beriman kepada Tuhan itu bukanlah keyakinan bahwa aku telah disembuhkan atau aku telah dilepaskan dari masalah, atau aku telah menerima apa yang aku minta didalam doa-doaku.
Beriman kepada Tuhan itu berarti aku sangat yakin bahwa Tuhan mampu menyembuhkan, mampu menyediakan, bahwa segala sesuatu di bumi ini dan diluar bumi ini dibawah kuasa Tuhan. Andaikata kesembuhan itu belum juga datang, andaikata penderitaan itu belum berlalu, aku tetap percaya bahwa Tuhan tetap mengasihiku, Tuhan tetap setia, Tuhan tetap memegang kuasa atas segalanya dan Tuhan tau yang terbaik. Mungkin saat ini aku tak mengerti mengapa hal ini diijinkan terjadi, tapi aku tetap yakin bahwa Tuhan tau yang terbaik dan Tuhan punya rencana tersendiri (refer to Job/Ayub).

Sekarang aku mengerti bahwa iman yang sebenarnya berarti “trust” (active) bukan sekedar “believe” (pasive). Trust God no matter what. Percaya pada Tuhan apapun yang terjadi. Percaya kepada Tuhan sebagai Tuhan, bukan cuma karena mukjizatNya atau karena kemampuanNya, tetapi karena keseluruhan dari Tuhan. Remember that IT’S NOT ABOUT ME, IT’S ABOUT GOD.

Jadi kalau Tuhan “in control” haruskah kita tetap berdoa meminta kesembuhan? Jawabnya Ya, karena Tuhan mampu, maka kita meminta kepada Tuhan.



Tambahan: Faith dalam bahasa Greek (pis'-tis) berarti:
persuasion, that is, credence; moral conviction (of religious truth, or the truthfulness of God or a religious teacher), especially reliance upon Christ for salvation; abstractly constancy in such profession; by extension the system of religious (Gospel) truth itself: - assurance, belief, believe, faith, fidelity. (diambil dari e-sword)

Kitab Ayub menceritakan tentang iman (the meaning of true faith)

The song called “Praise You in This Storm” by Casting Crown describe faith really well. I will post this song later under music & chord.


Stained Glass Masquerade
Kategori: Music & Chord

casting crown1.GIF

A song by Casting Crowns


Is there anyone that fails?
Is there anyone that falls?
Am I the only one in Church today feelin' so small?

Cause when when I take a look around, everybody seems so strong.
I know they'll soon discover that I don't belong?

So I tuck it all away, like everything's okay.
If I make them all believe it, maybe I'll believe it too.
So with a painted grin, I play the part again.
So everyone will see me the way that I see them.

Are we happy plastic people? Under shiny plastic steeple?
With walls around our weakness and smiles to hide our pain.
But if the invitation's open to every heart that has been broken.
Maybe then we close the curtain on our stained glass masquerade.

Is there anyone who's been there? Are there any hand to raise?
Am I the only one who's traded in the altar for a stage.
The performance is convincing and we know every line by heart.
Only when no one is watching can we really fall apart.

But would it set me free if I dared to let you see?
The truth behind the person that you imagined me to be.

Would your arms be open or would you walk away?
Would the love of Jesus be enough to make you stay?




Hubungan Ibadah dan Korban
Kategori: Faith

Imamat 16, 24; Markus 14:3-9 Ibadah atau beribadah adalah hal yang sangat umum dan sangat berkaitan erat dengan hidup kita keseharian. Yang kita maknakan dengan ibadah bukan hanya berkaitan dengan apa yang kelihatan dari luar, misalnya berbondong-bandong orang mengunjungi gedung gereja pada setiap hari Minggu.
Lanjut »

Ibadah juga bukan hanya berkaitan dengan sebuah ritual disaat orang berkumpul lalu bernyanyi, berdoa, persembahan, mendengar kotbah. Nilai sebuah ibadah tidaklah terletak pada ritual dan rutinitas dari orang-orang yang melakukannya. Tapi ibadah menjadi bermakna kepada apa yang mendasarinya. Oleh karena itu bahasan kita kali ini hendak mendalami beberapa hal mengenai ibadah Kristiani antara lain:
1. Pengertian

Berdasarkan dua asal katanya, yaitu kata avoda (bhs Ibrani) / latreia (bhs Yunani), yang berarti pelayanan serta kata hisytokhawa (bhs Ibrani) / proskuneo (bhs. Yunani), yang berarti tiarap atau bertiarap, dalam Alkitab diterjemahkan dengan: sujud menyembah / tersungkur. Maka contoh ibadah yang sejati adalah apa yang menjadi perikop kita hari ini, yaitu pelayanan Harun dan penyembahan Maria.

2. Apa yang menjadi dasar ibadah

Dalam ibadah Israel selalu didasarkan kepada ikatan perjanjian Tuhan dan umatNya. Ikatan Perjanjian tersebut selalu ditandai dengan adanya korban (Imamat. 19, 24). Mulai sejak kejatuhan manusia janji Allah terhadap umatNya selalu ditandai dengan hal tersebut. Begitu juga ketika zaman gereja Allah melakukan hal yang sama dengan umat Kristen. Ada sebuah ikatan perjanjian yang Allah lakukan berdasarkan inisiatif dan atas namaNya sendiri.
3. Apa sebenarnya tujuan ibadah dan apa yang sedang terjadi selama sebuah ibadah berlangsung? Ada dua, yaitu pengudusan dan pemuliaan

Hal pertama terjadi sekarang (present), terus menerus (progresif), dan akan datang (future). (1 Tim 4:8; 6:6). Dan itu membutuhkan sebuah ketaatan Seorang teolog Matthew Henry berkata “sacrifice, without obedience, is a jest, an affront and provocation to God” (korban, tanpa ketaatan, adalah suatu olok-olok, suatu penghinaan dan provokasi pada Tuhan). Lihat kisah zaman Amos (Yesaya. 1:10-20) Sedangkan yang kedua seperti apa yang Maria lakukan sebuah penyataan ucapan syukur dalam bentuk penyembahannya kepada Tuhan. Bagian kedua ini membutuhkan tiga hal:

1. berfokus pada Kristus
2. menyatakan kasih
3. menggunakan semua kemampuan

Korban sembelihan kepada Allah ialah jiwa yang hancur; hati yang patah dan remuk tidak akan Kaupandang hina, ya Allah. (Maz. 15:16)

Sebab Aku menyukai kasih setia, dan bukan korban sembelihan, dan menyukai pengenalan akan Allah, lebih dari pada korban-korban bakaran. (Hosea 6:6)



What Money Can't Buy
Kategori: Daily Life

Di daerah Tebet, tidak jauh dari St. Tebet ada sebuah kedai makan khas masakan Cina yang lumayan bagus bernama 'Mie Ayam Senjaya'. Saya sendiri tahu tempat ini dari bokap yang sesekali makan siang di sini saat masih bekerja di sebuah media yang kantornya tidak jauh dari kedai makan ini.
Lanjut »

Selain rasa masakannya yang lumayan, porsi yang diberikan juga termasuk jumbo. Satu porsi capcai atau kwetiau di Bakmi Naga, dengan harga yang relatif sama, sama dengan satu setengah bahkan dua porsi di kedai makan yang tidak terlalu besar ini. Jadi, untuk harga yang sama, rasa yang tidak jauh berbeda dan porsi yang lebih banyak, kedai makan ini bisa menjadi alternatif untuk makan siang atau makan malam.

Satu hal yang menarik dari kedai ini, di sudut ruangan tergantung serangkaian kalimat dalam sebuah bingkai berjudul 'What Money Can't Buy. Saya yakin mereka yang membaca pesan dalam bingkai itu setuju dengan maknanya. Isinya sebagai berikut:
What Money Can't Buy
A bed but not sleep
Computer but not brain
Food but not appetite
Finery but not beauty
A house but not a home
Medicine but not health
Luxuries but not culture
Amusements but not happiness
Acquintance but not friends
Obedience but not faithfullness
Sex but not love

Untaian kalimat dalam bingkai itu bisa menjadi pengingat untuk pengunjung (bahkan pemilik kedai tersebut) bahwa uang tidak bisa membeli hal-hal yang tidak kelihatan seperti damai sejahtera, sukacita, cinta yang tulus dan penuh pengorbanan, kesetiaan, dan sebagainya.


Mengungkap ”The Da Vinci Code” (1)
Kategori: Books
Pengantar Redaksi:

Film The Da Vinci Code, yang merupakan versi layar lebar novel karya Dan Brown akan serentak diputar di seluruh dunia pada 19 Mei 2006, termasuk Indonesia. Novel itu memicu kontroversi karena dianggap memutarbalikan fakta yang dapat membingungkan, terutama bagi umat Kristiani. Terkait dengan itu redaksi menurunkan ulasan Pendeta Dr Ir Bambang Wijaya, Ketua Umum Persekutuan Injili Indonesia, mengenai novel dan film tersebut. Ulasan akan diturunkan bersambung dalam empat seri, mulai Senin (15/5).
Lanjut »

THE Da Vinci Code adalah salah satu novel terlaris dekade ini. Sejak diterbitkan pada 2003, di seluruh dunia buku ini telah terjual lebih dari 40 juta eksemplar. Bila jumlah tersebut didistribusikan di seluruh Indonesia, sama dengan setiap rumah tangga memiliki sebuah buku tersebut.

Buku ini tentu dapat berdampak pada pola pikir masyarakat. Dampak yang diharapkan secara jelas dituliskan pada sampul depan edisi bahasa Indonesianya, yaitu “memukau nalar, mengguncang iman!” Dampak yang dalam edisi bahasa Inggris tidak dicantumkan ini, dapat semakin besar dengan tayangan versi layar lebarnya, melalui film yang dibintangi Tom Hanks, aktor Hollywood yang sangat terkenal, dan diluncurkan serempak di seluruh dunia pada 19 Mei 2006 ini.

Hujatan terhadap Iman Kristiani

Buku ini memang diharapkan mengguncang iman. Novel yang edisi bahasa Indonesianya setebal 624 halaman ini terang-terangan menghujat pokok-pokok iman Kristiani. Berikut adalah hujatan tersebut yang merupakan pandangan si penulis.

Pertama, Yesus bukanlah Tuhan, melainkan manusia biasa. Kaisar Konstantin dari kerajaan Romawilah yang menjadikan Yesus sebagai Tuhan, melalui konsili Nicea pada tahun 325 demi kepentingan politiknya.

Kedua, Kitab Perjanjian Baru yang digunakan orang Kristen saat ini adalah himpunan dari kitab-kitab yang disusun Kaisar Konstantin melalui konsili Nicea. Sedangkan kitab-kitab suci yang benar, yaitu yang digunakan para pengikut Yesus yang asli, justru dibakar berdasarkan putusan konsili tersebut, sebab berisikan “kebenaran” yang sesungguhnya, yaitu bahwa Yesus adalah seorang manusia biasa dan bukan Tuhan.

Ketiga, Yesus menikah dengan Maria Magdalena dan memiliki seorang putri. Maria terpaksa harus mengungsi ke Prancis, berlindung di antara masyarakat Yahudi dan melahirkan anaknya di sana. Hal ini antara lain dikarenakan rasul Petrus merasa cemburu sebab Maria Magdalena, sebagai seorang perempuan, telah dipilih Yesus untuk menjadi kepala gereja.

Untuk mengemukakan hujatannya tersebut sang penulis dengan sangat licin telah memadukan cerita-cerita khayalan atau fiksi, fakta-fakta sejarah, data yang tidak akurat dan tafsiran yang melenceng terhadap beberapa fakta sejarah, dan keyakinan teologisnya yang bersifat anti-Kristen.

Karena keempat hal tersebut dijalin rapi di dalam sebuah tulisan yang rancak dan dengan setting cerita thriller yang menarik, menegangkan, serta penuh kejutan, dengan mudah orang terhanyut dalam alur cerita tanpa dapat membedakan fakta dan fiksi. Akibatnya, bagi yang tidak paham sejarah gereja dengan mudah akan terperangkap kedalam jerat keyakinan teologis sang penulis. Bahkan, orang dapat terbawa kepada ajaran sang penulis yang merupakan ajaran kafir, seperti memandang hubungan seks bebas sebagai sarana untuk berhubungan dengan Tuhan.

Ringkasan Plot Cerita

Buku ini diawali dengan pembunuhan terhadap Jacques Sauniere. Dia adalah kurator Museum Louvre, di Paris. Pembunuhan dilakukan Silas, seorang biarawan berkulit albino, demi mendapat rahasia batu kunci Priory of Sion, karena di situ termuat informasi tentang letak Cawan Kudus (Holy Grail), yaitu cawan yang digunakan Yesus dalam perjamuan kudus terakhir bersama para murid-Nya. Sebelum meninggal, Jacques Sauniere sempat memberi petunjuk sandi yang mengakibatkan Robert Langdon, ahli ilmu simbol dari Universitas Harvard, ikut terlibat dalam kasus ini.

Robert Landon lalu bekerja sama dengan Sophie Neveu, ahli ilmu sandi pemerintah Prancis, yang juga cucu perempuan Jacques Sauniere. Dalam upaya ini, keduanya terus diburu Kapten Bezu Fache, anggota reserse kriminal Prancis, dan Silas. Kapten Bezu ingin mengungkap kasus pembunuhan, sedangkan Silas ditugasi pemimpin Opus Dei, sebuah organisasi rahasia Gereja Katolik, demi menyelamatkan Gereja Katolik.

Di tengah cerita, Robert Landon dan Sophie Neveu berjumpa Sir Leigh Teabing, ilmuwan yang mendalami rahasia Cawan Kudus. Teabing memaparkan berbagai “rahasia gereja”, di antaranya Yesus hanyalah manusia biasa yang menikah dengan Maria Magdalena. Sehingga demi kepentingan politiknya Kaisar Romawi Konstantin menetapkan Yesus sebagai Tuhan melalui sebuah konsili (sidang gereja) di kota Nicea pada tahun 325. Dalam konsili tersebut diputuskan semua “kitab suci yang benar”, yang menyatakan Yesus manusia biasa, dilarang dan dibakar. Sedangkan para “pengikut Yesus yang asli”, yaitu mereka yang tak mempercayai ketuhanan Yesus ditetapkan sebagai kaum bidat, dan harus dimusnahkan.

Lebih jauh Teabing menjelaskan Leonardo da Vinci, yang adalah anggota serikat rahasia Priory of Sion, mengetahui rahasia pernikahan Yesus dengan Maria Magdalena, sehingga tugas serikat ini menjaga rahasia itu. Namun Leonardo da Vinci membocorkannya melalui lukisannya yang sangat terkenal, The Last Supper (Perjamuan Malam yang Terakhir) yang melukiskan suasana perjamuan Paskah sebelum Yesus ditangkap. Lukisan tersebut menyembunyikan beberapa kode yang menunjukkan Maria Magdalena adalah istri Yesus.

Kode-kode tersebut di antaranya: tidak adanya gambar Cawan Suci pada lukisan tersebut. Orang yang duduk di sebelah kanan Yesus, sesungguhnya adalah gambar Maria Magdalena, bukan rasul Yohanes. Posisi tubuh Yesus dengan Maria Magdalena di dalam lukisan tersebut membentuk huruf V, supaya orang yang mencari-cari gambar Cawan Suci akan menangkap kode huruf V ini, dan mendapati sesungguhnya Maria Magdalenalah Sang Cawan Suci yang mereka cari.

Mengungkap "The Da Vinci Code" (2)
Kategori: Books
Ketika Fakta Diramu dengan Fiksi

HURUF V merupakan simbol cawan yang juga simbol seorang perempuan. Leonardo memakai cawan suci sebagai kode untuk memberitahukan Yesus menikah dengan orang yang duduk di sebelah kanan-Nya, yaitu Maria Magdalena. Lukisan itu juga ingin memberitahukan betapa bencinya rasul Petrus kepada Maria Magdalena, sebab Maria telah dipercaya Yesus untuk memimpin gereja. Di situ dilukiskan wajah Petrus penuh amarah dengan jari telunjuknya diarahkan ke leher Maria Magdalena.
Lanjut »

Teabing juga menjelaskan Gereja Katolik telah berkonspirasi menutupi fakta Yesus hanya manusia biasa, dan Vatikan mengetahui kebohongan ajaran kalau Yesus adalah Tuhan. Rahasia ini dijaga demi mempertahankan kekuasaan gereja.

Kejutan di akhir cerita, terungkap bahwa ternyata Teabing-lah tokoh kunci dalang pencarian batu kunci Priory of Sion, dan bahwa Sophie Neveu adalah keturunan Maria Magdalena dari perkawinannya dengan Yesus.

Indoktrinasi Dan Brown

Seperti yang saya kemukakan sebelumnya, Dan Brown, menulis novelnya dengan sangat licin. Dia menjalin beberapa fakta dan fiksi, atau kisah khayal, sehingga orang awam yang tak paham sejarah gereja sulit membedakannya. Akibatnya pembaca buku tersebut dapat menganggap bagian-bagian fiksi sebagai fakta.

Pelbagai fakta yang disisipkan Dan Brown dalam novel fiksi ini, antara lain pertama, detail ruangan Museum Louvre, tempat kisah ini dimulai, dan detail Kapel Rosslyn di Skotlandia, yang dikisahkan sebagai tempat disimpannya cawan suci.

Kedua, penyelenggaraan Konsili Nicea atas permintaan Kaisar Konstantin, yang juga menetapkan para pengikut Arius yang tak mempercayai keilahian Yesus sebagai bidat.

Ketiga, kedangkalan kekristenan Kaisar Konstantin, sehingga misalkan ia hanya mau dibaptis menjelang saat ajalnya, dan diserapnya beberapa praktik agama kafir ke dalam kehidupan gereja, khususnya sejak Kaisar Konstantin mengeluarkan edik toleransi pada tahun 313. Edik toleransi ini memang pada satu sisi bersifat positif bagi orang Kristen karena penganiayaan terhadap mereka dihentikan, namun di sisi lain bersisi negatif sebab telah mengakibatkan gereja mengalami kemerosotan spiritual sehingga terjerumus ke dalam abad-abad kegelapan.

Keempat, Sebagian dari detail lukisan The Last Supper, karya Leonardo Da Vinci yang terdapat pada dinding gereja Santa Maria delle Grazie di kota Milan, Italia.

Kelima, Serikat Priory of Sion dan Opus Dei yang memang ada dalam lingkup Gereja Katolik. Hanya saja lembaga-lembaga tersebut didirikan bukan untuk melakukan kegiatan rahasia seperti yang ditulis Dan Brown.

Di luar fakta tersebut bagian yang lain dari buku tersebut hanyalah fiksi, yakni khayalan Dan Brown. Data yang dikemukakannya tidak akurat, tafsirannya melenceng dari fakta sesungguhnya. Namun karena gaya penyajiannya sangat meyakinkan, pembaca yang tidak menggunakan nalarnya secara kritis akan menganggap itu semua fakta yang benar. Pembaca seperti ini akan mudah terperangkap dalam alur pikir Sophie, tokoh dalam novel ini, saat ia terpengaruh ceramah Leigh Teabing, yang sesungguhnya adalah indoktrinasi dari Dan Brown.

Sebaliknya, apabila ketidakakuratan dan tafsir yang melenceng tersebut diungkap, dan pada saat yang sama ditunjukkan bagian fiksi novel tersebut, dengan mudah pembaca yang berpikiran jernih dan objektif dapat menangkap kelicinan dan kesalahan pandangan Dan Brown, sekaligus akan melihat kebenaran pokok iman Kristiani.

Kebenaran Konsili Nicea?

Jauh sebelum Konsili Nicea, yang digelar pada tahun 325, gereja pada zaman para rasul atau gereja mula-mula telah mengajarkan bahwa Yesus adalah Tuhan. Ini selaras dengan ajaran Yesus Kristus tentang diri-Nya kepada para murid-Nya (lihat Injil Matius 16:13-20).

Beberapa bukti keyakinan gereja mula-mula ini dapat dilihat antara lain di dalam kitab Didache (ditulis sebelum tahun 100). Kitab ini pada intinya mengajarkan praktika ibadah Kristiani dan dengan jelas menuliskan Pokok Iman Kristiani, yakni Yesus adalah Tuhan. Contoh yang lain adalah tulisan-tulisan Yustinus Martir, bapa gereja dan apologet terkemuka pada awal abad kedua, yang dua abad sebelum Konsili Nicea telah menegaskan keilahian Yesus Kristus.

Bukti lain adalah ajaran Uskup Irenaeus, dari Lungdunum, tokoh yang sangat terpandang pada awal abad kedua, yang mengacu kepada tulisan dalam 1 Korintus 8:6, yang berbunyi: “Namun bagi kita hanya ada satu Allah saja, yaitu Bapa, yang daripada-Nya berasal segala sesuatu dan yang untuk Dia kita hidup, dan satu Tuhan saja, yaitu Yesus Kristus.”

Dengan kata lain, ajaran Yesus adalah Tuhan sama sekali bukanlah ide Kaisar Konstantin yang dalam agenda politiknya bermaksud menyatukan kaum kafir dengan pemeluk agama Kristen di negara Romawi, dengan mencampurkan ajaran kafir dan Kristen melalui Konsili Nicea.

Diakui dalam Konsili Nicea dirumuskan syahadat atau Pengakuan Iman Kristiani, namun isi pengakuan iman tersebut bukanlah pemasukan ajaran baru yang bersumber dari ajaran kafir ke dalam ajaran Kristiani. Kredo yang dirumuskan itu merupakan penegasan inti ajaran Kristiani yang sudah ada tiga abad sebelumnya. Penegasan ini dinilai perlu karena pada masa itu muncul ajaran baru yang dikembangkan Arius, seorang teolog dari Aleksandria, Mesir, yang menyangkali keilahian Yesus.

Dan Brown melalui mulut tokoh yang ia ciptakan, Teabing, berkata bahwa di dalam Konsili Nicea telah diadakan pemungutan suara, untuk menentukan apakah Yesus adalah Tuhan atau manusia. Ia mengatakan bahwa voting tersebut menghasilkan suara yang hampir seimbang di antara pendukung dan penentang ajaran Yesus sebagai Tuhan. Dalam realita sejarah, saat dilakukan pemungutan suara, dari tiga ratus uskup yang hadir pada konsili tersebut hanya dua orang saja yang menentang rumusan Pengakuan Iman Nicea. Jadi sungguh jauh dari yang disebut Dan Brown sebagai suara hampir seimbang! Padahal sebagian besar dari para uskup yang hadir berasal dari wilayah Timur, tempat Arius menyebarkan ajarannya.(bersambung)

Mengungkap "The Da Vinci Code" (3)
Kategori: Books
Yesus Tidak Pernah Menikah

DAN Brown sangat benar saat ia menulis bahwa “Alkitab tidak datang dengan cara difaks dari surga.” Sebab kekristenan tidak mengajarkan bahwa setiap kata dan kalimat di dalam Alkitab didikte dari surga kepada para penulisnya. Tetapi Dan Brown sangat keliru saat mengatakan Konstantin-lah penyusun dan yang memilih kitab Injil mana yang boleh dimasukkan ke dalam Perjanjian Baru melalui Konsili Nicea. Menurut Brown, Konstantin telah memilih kitab-kitab yang membuat Yesus seakan adalah Tuhan, sedangkan semua kitab Injil yang berbicara tentang segala perilaku manusiawi Yesus dikumpulkan lalu dibakar.
Lanjut »

Dan Brown keliru, karena ia menyembunyikan fakta sejarah bahwa sesungguhnya daftar yang baku, atau kanon, dari kitab-kitab Perjanjian Baru sudah tersusun dua abad sebelum Konsili Nicea. Salah satu kanon yang paling terkenal adalah kanon Muratorian yang disusun pada tahun 190. Di situ dicantumkan dua puluh sembilan kitab dan surat Perjanjian Baru, dua puluh tujuh kitab di antaranya sama persis dengan kanon Kitab Perjanjian Baru yang ada saat ini, dengan dua tambahan, yaitu kitab Wahyu kepada Petrus dan kitab Hikmat Salomo. Pada masa berikutnya para bapa gereja mengeluarkan kedua kitab tersebut dari kanon Perjanjian Baru karena isinya dipandang tak setara dengan kitab-kitab kanonik. Kanon lain adalah tulisan Irenaeus pada awal abad kedua, yang mendaftarkan keempat Injil dalam Perjanjian Baru yang ada sekarang sebagai kitab suci.

Jadi, dalam Konsili Nicea tidak disusun kanon Perjanjian Baru, tetapi diperdebatkan keabsahan dari beberapa kitab yang ada di dalam kanon Perjanjian Baru, khususnya kitab Ibrani dan Wahyu. Alasan perdebatan tersebut karena pada kedua kitab tersebut tidak dicantumkan nama sang penulis secara eksplisit seperti pada kitab-kitab Perjanjian Baru lainnya. Bagi para pemimpin gereja di abad mula-mula, kejelasan nama penulis kitab atau surat sangat menentukan demi memastikan kekokohan kanon.

Lebih lanjut Dan Brown mengatakan kumpulan kitab-kitab Injil yang sejati yang dicoba dimusnahkan Kaisar Konstantin ada yang berhasil diselamatkan. Kumpulan tersebut ditemukan kembali di Gua Qumran dekat Laut Mati pada tahun 1950-an, yaitu Dead Sea Scrolls, dan gulungan kitab di Nag Hammadi pada tahun 1945. Memang benar di kedua tempat itu ditemukan gulungan-gulungan kitab tersebut, namun gulungan-gulungan tersebut bukan kitab Injil yang sejati!

Dead Sea Scrolls sama sekali tidak berisi sepotong pun kitab yang disebut sebagai Injil, sebaliknya berisi fragmen-fragmen dari kitab-kitab Perjanjian Lama yang isinya sangat persis kitab Perjanjian Lama saat ini. Sehingga ia justru membuktikan keakuratan isi kitab Perjanjian Lama dalam Alkitab. Dalam Dead Sea Scrolls juga ditemukan catatan tentang aturan kehidupan kaum petapa Essenes, suatu kelompok agama Yahudi sebelum masa agama Kristen.

Isi kitab-kitab di dalam gulungan Nag Hammadi sangat jauh untuk dapat dikatakan sebagai Injil yang sejati. Kitab-kitab tersebut disebut sebagai kitab Gnostik, yakni aliran kebatinan yang mulai muncul di gereja sejak awal abad kedua. Kitab-kitab dalam gulungan Nag Hammadi tersebut ditulis pengikut aliran ini pada akhir abad kedua sampai dengan abad kelima, bukan pada zaman para rasul! Kitab-kitab tersebut berisi dongeng dan mitos khas kaum Gnostik, mutu etikanya kelewat rendah dan sangat bertentangan dengan doktrin Perjanjian Lama tentang pribadi Allah sebagai Pencipta Langit dan Bumi, sehingga oleh gereja mula-mula pun sama sekali tidak dipandang sebagai kitab yang suci.

Yesus Menikah?

Kesimpulan Dan Brown ini tanpa bukti ilmiah, sebab tak satu pun naskah pada zaman para rasul dan bapa-bapa gereja yang mencatat bahwa Yesus menikah. Namun, untuk mendukung pernyataannya Dan Brown menggunakan tiga “bukti.” Namun bila diteliti tiga “bukti” itu dengan mudah terlihat sebagai kesimpulan yang gegabah.

“Bukti” pertamanya adalah lukisan The Last Supper karya Leonardo Da Vinci. Tanpa dasar jelas ia mengatakan gambar orang berwajah halus, yang mirip wanita, duduk di sebelah kanan Yesus di dalam lukisan tersebut adalah Maria Magdalena! Untuk membuktikan pendapatnya bahwa Yesus menikahi “Maria Magdalena” tersebut, Dan Brown menggunakan metode otak-atik gathuk, istilah bahasa Jawa yang berarti “diotak-atik supaya jadi cocok.” Dia mengotak-atik detil di dalam lukisan tersebut sedemikian rupa supaya mendukung pernyataannya. Hanya saja ia tidak menyebutkan suatu fakta dalam dunia seni bahwa para pelukis abad pertengahan, yaitu zamannya Leonardo Da Vinci, seorang pria belia sering dilukis dengan wajah feminim. Hal yang sama dilakukan Leonardo Da Vinci saat melukiskan wajah Yohanes, murid Yesus Kristus yang termuda, dalam lukisan The Last Supper di atas. (bersambung)

Sumber: Sinar Harapan, 17 Mei 2006

Mengungkap "The Da Vinci Code" (4)
Kategori: Books
Hujatan Itu Bukan Hal Baru

“Bukti” kedua yang ia gunakan adalah pendapatnya bahwa dalam kepantasan sosial pada zaman Yesus Kristus, seorang lelaki Yahudi terlarang tidak menikah. Menurut Brown, dalam adat Yahudi tidak menikah adalah hal terkutuk. Jelas pernyataan ini tidak berdasar. Sebab merupakan fakta sejarah ada banyak pria Yahudi pada zaman itu yang menjadi nazir, yang karena alasan keyakinan keagamaan ada di antara mereka yang tidak menikah. Sebagai contoh adalah kaum Essenes yang menyimpan gulungan kitab Dead Sea Scrolls di atas. Di samping itu merupakan suatu fakta pula bahwa orang Yahudi sangat menghormati tokoh-tokoh di dalam Perjanjian Lama yang tidak menikah, seperti Daniel, yang adalah seorang sida-sida Yahudi di negara Babilonia.
Lanjut »

“Bukti” ketiga yang ia gunakan adalah Injil Philip yang menyebutkan bahwa Yesus mencintai Maria Magdalena lebih dari pada seluruh murid-Nya dan Yesus sering mencium Maria. Patut diketahui bahwa yang disebut sebagai Injil Philip sesungguhnya sama sekali bukan kitab Injil, melainkan sebuah kitab Gnostik yang ditulis sekitar abad ketiga. Kitab ini disebut sebagai Injil Philip bukan karena ia ditulis Rasul Filipus, tetapi karena di dalam kitab Gnostik tersebut tidak disinggung nama rasul-rasul Tuhan Yesus yang lain, kecuali nama Rasul Filipus. Dan Brown juga tidak menyebutkan bahwa Injil Philip yang ditemukan dalam gulungan Nag Hammadi tersebut tidak ditulis di dalam bahasa Yunani ataupun berlatar belakang bahasa Yunani sebagaimana layaknya kitab-kitab Perjanjian Baru, namun di dalam bahasa Koptik, yaitu bahasa Mesir dan dengan latar belakang bahasa Siria.

Kesimpulan

Sejak gereja berdiri dua ribu tahun lalu, serangan terhadap pokok-pokok iman Kristiani tidak pernah berhenti. Serangan tersebut berasal dari kelompok bidat di dalam gereja sendiri, maupun dari orang-orang yang tidak mempercayai Yesus Kristus adalah Tuhan dan Juru Selamat manusia. Jadi, hujatan dalam buku The Da Vinci Code bukan hal baru. Hanya saja kali ini hujatan ini menjadi meluas karena ditunjang sistem promosi dan pemasaran yang sangat canggih, yang mendatangkan keuntungan finansial luar biasa bagi pihak penulis dan penerbit buku ini. Di samping itu, karena di wilayah-wilayah tertentu di dunia buku ini dipopulerkan oleh pribadi-pribadi yang juga tidak menginginkan terbangunnya kerukunan umat beragama di tengah masyarakat.

Mengapa orang Kristen tidak menanggapi hujatan di dalam buku The Da Vinci Code dengan amarah yang membabi-buta dan berbuat keonaran? Hal ini bukan karena mayoritas orang Kristen terdidik mengetahui Yesus memang seorang manusia yang karena manuver politik Konstantin telah dijadikan Tuhan, sehingga mereka tidak mampu menjawab hujatan tersebut (seperti dikatakan Dan Brown di dalam bukunya). Justru sebaliknya, bagi orang Kristen yang berpikir objektif, kritis, dan memahami metoda ilmiah yang masuk nalar, serta mengetahui sejarah iman mereka, akan dapat melihat hujatan di dalam novel The Da Vinci Code tersebut sebagai fitnah murahan.

Di samping itu orang Kristen menghayati firman Tuhan bahwa ”Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan; lakukanlah apa yang baik bagi semua orang! Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang!” (Roma 12:17-18).

Perilaku kasih ini bukanlah tanda kelemahan, justru sebaliknya kemampuan untuk mengendalikan emosi secara dewasa merupakan bukti dari buah Roh (Galatia 5:22), di dalam kehidupan orang yang hidup di dalam anugerah Tuhan.

Di sisi yang lain, buku-buku seperti The Da Vinci Code harus membuat orang Kristen lebih giat lagi membaca dan mempelajari Alkitab, memahami pokok-pokok ajaran iman yang sehat, dan mempelajari sejarah gereja dengan baik. Dengan demikian mereka akan dapat “menjadi seorang pelayan Kristus Yesus yang baik, terdidik dalam soal-soal pokok iman, dan dalam ajaran sehat yang telah mereka ikuti selama ini.” (1Timotius 4:6), serta mampu menjawab setiap hujatan tersebut sesuai nasihat Firman Tuhan: “Dan siap sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu, tetapi haruslah dengan lemah lembut dan hormat, dan dengan hati nurani yang murni, supaya mereka, yang memfitnah kamu karena hidupmu yang saleh dalam Kristus, menjadi malu karena fitnahan mereka itu.” (1Petrus 3:15-16).

Rangkaian tulisan "Mengungkap 'The Da Vinci Code'" ini adalah tulisan Pdt Dr Bambang Wijaya yang dimuat di Harian Sinar Harapan.

Sumber: Sinar Harapan, 17 Mei 2006



The Holy Alphabet
Kategori: Wow Articles
A lthough things are not perfect

B ecause of trial or pain

C ontinue in thanksgiving

Lanjut »
D o not begin to blame

E ven when the times are hard

F ierce winds are bound to blow
G od is forever able

H old on to what you know

I magine life without His love

J oy would cease to be

K eep thanking Him for all the things

L ove imparts to thee

M ove out of "Camp Complaining"

N o weapon that is known

O n earth can yield the power

P raise can do alone

Q uit looking at the future

R edeem the time at hand

S tart every day with worship

T o "thank" is a command

U ntil we see Him coming

V ictorious in the sky

W e'll run the race with gratitude

X alting God most high

Y es, there'll be good times and yes some will be bad, but...

Z ion waits in glory...where none are ever sad!



Joel Osteen: Your Best Life Now
Kategori: Books

Your Best Life Now - Joel OsteenApakah anda menginginkan hal-hal terbaik terjadi di dalam hidup anda? Dan anda pasti tidak ingin hal-hal terbaik itu hanya terjadi satu dua kali dalam seluruh hidup anda? Anda pasti menginginkan hal-hal terbaik terjadi di dalam hidup anda setiap hari, mulai dari anda bangun dari tempat tidur, kemudian melakukan aktivitas hari itu, hingga anda kembali lagi tidur di malam hari? Kalau anda menjawab YA untuk semua pertanyaan itu, kalau anda menginginkan hal-hal terbaik yang telah Tuhan rancangkan dan tetapkan terjadi dalam hidup anda, maka Joel Osteen dalam bukunya yang berjudul Your Best Life Now dapat membantu anda untuk mewujudkan keinginan anda itu.

Anda mungkin sudah banyak membaca buku-buku mengenai pengembangan diri yang berbicara mengenai bagaimana caranya menjadi sukses, bagaimana caranya menjadi manusia yang bahagia, dan berbagai judul serupa lainnya dan anda mengira kalau buku yang ditulis sendiri oleh Joel Osteen ini sama seperti buku-buku pengembangan diri yang sudah pernah anda baca. Benarkah demikian? Tidak benar. Kebanyakan buku-buku pengembangan diri yang beredar di toko-toku buku berisikan pesan bahwa kalau anda berusaha maka anda akan berhasil sedangkan Joel Osteen dalam bukunya yang berjudul Your Best Life Now mengatakan bahwa kalau Allah ada di pihak anda maka siapakah yang dapat melawan anda.
Lanjut »

Buku Your Best Life Now yang ditulis oleh Joel Osteen, seorang gembala senior Lakewood Church di Houston, Texas, sangat mudah dibaca karena Joel menulisnya dengan bahasa yang sederhana sehingga sangat mudah dimengerti oleh siapapun. Dengan gaya penyampaian yang sederhana Joel memberitahukan tujuh langkah untuk mengalami hal terbaik dari Tuhan dalam hidup anda, yaitu (1) memperbesar visi anda; (2) mengembangkan citra diri yang sehat; (3) menemukan kuasa pikiran dan kata-kata anda; (4) melepaskan masa lalu; (5) menemukan kekuatan melalui kesukaran; (6) hidup untuk memberi; dan (7) memilih untuk berbahagia.


0 Comments:

Post a Comment

<< Home